Komisi III DPR: Kebijakan Bebas Visa Perlu Dievaluasi

Anggota Komisi III DPR Nawafie Saleh menilai sudah semestinya pemerintah mengevaluasi kebijakan bebas visa kunjungan 169 negara ke Indonesia

oleh Liputan6 diperbarui 14 Mar 2017, 06:02 WIB
Anggota Komisi III DPR Nawafie Saleh menilai sudah semestinya pemerintah mengevaluasi kebijakan bebas visa kunjungan 169 negara ke Indonesia

Liputan6.com, Jakarta
Anggota Komisi III DPR Nawafie Saleh menilai, sudah semestinya pemerintah mengevaluasi kebijakan bebas visa kunjungan 169 negara ke Indonesia. Pasalnya, semakin meningkatnya pelanggaran keimigrasian sejak diberlakukannya kebijakan tersebut Maret 2016 lalu.

Menurut Nawafie, ia pernah menemukan pelanggaran wisatawan asing di Bogor, letaknya agak jauh di pedalaman. Adanya temuan 12 orang asal Tiongkok sedang menggali timah galena tidak memiliki izin (ilegal) selama satu setengah tahun.

“Berarti memang pengawasan kita lemah, paspor mereka yang seharusnya digunakan untuk wisata tetapi untuk kerja penambangan ilegal. Menurut Imigrasi, para imigran dari Tiongkok itu aslinya tentara di negaranya, ketika mau ditangkap, mereka kabur ke hutan. Pemberitaan tentang melonjaknya tenaga asing ilegal masuk ke Indonesia itu benar,” kata Politisi F-Golkar usai rapat dengan Kanwil Kumham Prov Bali dalam rangkaian acara Kunker di Bali, Kamis (9/3) lalu.

Ditambahkannya, ada lagi temuan orang asing membuat pabrik ekstasi di kecamatan Jasinga, Bogor yang kalibernya ekspor ke Belanda. Warga sekitar tidak tahu, karena di depan pabrik tersebut ada Yayasan Pendidikan Islam.

“Untuk itu, menurut saya perlu dikaji ulang kebijakan bebas visa ini, pemerintah jangan hanya ingin mencari pendapatan yang lebih dengan mendatangkan banyak turis, tetapi dari segi kedaulatan keamanan kita terganggu. Kita di Komisi III mendorong agar imigrasi betul-betul qualified dalam mengatasi permasalahan ini,”ujarnya.

Selain itu, lanjut Nawafie, dengan kebijakan bebas visa ini, sama saja dengan menghilangkan pendapatan negara sekitar 1,3 triliun per tahun, karena dulu sekitar 25 ribu orang yang masuk.

“Kita kan biasanya mencari potensi-potensi untuk mendapatkan uang, tapi uangnya malah sengaja dihilangkan. Memang dengan kebijakan bebas visa ini banyak wisatawan masuk, tapi perlu dihitung betul, apakah dengan kebijakan ini pendapatan negara meningkat atau tidak, sayangya saya belum mendapat laporannya,” ungkapnya.

Mengenai peralatan keimigrasian, kata Nawafie, alat-alat yang digunakan usianya terlalu lama, seperti alat yang ada di Bandara dan Imigrasi untuk membuat paspor. Bagaimana Imigrasi bisa bekerja maksimal dalam mengawasi wisatawan asing, justru semakin mudahnya mereka menyelundupkan barang haram narkoba dengan alat keamanan seadanya seperti itu.

“Saya mendapat informasi di Bogor saja rata-rata usia peralatan keimigrasian 9 tahun, jika di UU mobil dinas 8 tahun mesti diganti, dihapus dari asset. Kalau di imigrasi usia peralatan sudah terlalu lama masih jadi asset,” tutupnya.

Sementara itu, Kakanwil Kumham Bali, Ida Bagus K. Adnyana tidak menampik bahwa, memang ada masalah dengan diberlakukannya kebijakan bebas visa, terutama penyelundupan narkoba.

Menurutnya, jumlah wisman saat ini sudah mencapai 3,522 juta di luar visa. Terkait Timpora, sebagai gambaran pada tahun 2016 sudah menangani tujuh kasus keimigrasian. Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Ari Budijanto, menyatakan, pihaknya saat ini sedang menangani 2 warga negara asing dari Brazil dan Argentina yang membawa narkoba jenis kokain.

(*)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya