Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, dalam sidang perdana kasus korupsi e-KTP menyebutkan, tiga partai politik turut menikmati aliran dana dari kasus korupsi e-KTP.
Tiga parpol itu di antaranya adalah Partai Golkar Rp 150 miliar, Partai Demokrat Rp 150 miliar, dan PDIP Rp 80 miliar.
Advertisement
Lalu jika yang menerima itu parpol, siapakah yang layak dihukum?
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK akan terlebih dahulu melihat apakah uang dari korupsi e-KTP tersebut terealisasi dan diterima oleh tiga parpol itu.
"Nanti diuraikan di proses persidangan sejauh mana realisasinya. Kedua kami akan lihat lebih jauh, kalau ada realisasi, apakah uang itu akan diterima oleh institusi atau personal," ujar Febri saat ditemui di Gedung KPK Jakarta Selatan, Senin (13/3/2017).
Dalam menjerat koorporasi nantinya, kata Febri, KPK akan menggunakan Undang-Undang Partai Politik.
"Kalau bicara pidana koorporasi, kita pertimbangkan UU Parpol. Kami nggak mau berandai-andai sejauh itu. Kami akan klarifikasi semuanya di dakwaan (e-KTP). Hal rinci nanti dilihat di persidangan, kami masih melakukan persidangan lagi," imbuhnya.
Dalam surat dakwaan yang beredar luas di masyarakat, sejumlah nama besar disebut ikut menerima aliran dana kasus korupsi e-KTP. Namun, beberapa nama seperti mantan Ketua DPR Marzuki Alie dan mantan anggota DPR yang sekarang menjabat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, membantah menikmati dana tersebut.