Liputan6.com, Austin - Seorang anggota parlemen negara bagian Texas mengajukan Rancangan Undang-undang yang akan memberikan denda US$100 atau sekitar Rp 1,3 juta kepada pria tiap kali mereka bermasturbasi.
RUU itu juga memberlakukan masa tunggu 24 jam jika seorang pria ingin kolonoskopi atau vasektomi, atau jika dia pengguna obat kuat Viagra.
Advertisement
RUU itu diajukan oleh anggota parlemen asal Partai Demokrat, Jessica Farrar. Ia tahu rancangan UUnya mungkin akan dimentahkan. Namun, ia tetap mengajukannya pada minggu lalu untuk memberikan poin penting kepada anggota parlemen pria.
Dikutip dari CNN pada Selasa (14/3/2017), Farrar adalah anggota perlemen yang telah lama membela hak-hak perempuan di negara bagian yang paling sulit bagi kaum Hawa untuk melakukan aborsi. Dan dalam RUU itu, ia ingin menunjukkan kesulitan yang dihadapkan perempuan kala mereka berhadapan dengan sistem kesehatan.
"Lihat apa yang telah Texas perbuat untuk kaum perempuan. Apa yang terjadi jika pria dihadapkan dengan prosedur yang sama berbelitnya dengan kami, para wanita?" kata Farrar.
RUU rancangan Farrar itu akan memberi hukuman bagi pria karena bermasturbasi. Perilaku itu dianggap kegagalan untuk melestarikan kesucian hidup dan "perbuatan melawan janin."
Bahkan nama RUU ini -- Hak Pria untuk Tahu UU -- adalah pukulan bagi pamflet-pamflet di tempat praktik dokter di Texas wajib ditempel berisi tentang hal-hal aborsi bagi perempuan.
Pamflet itu berjudul, "Hak Perempuan yang Harus Diketahui" telah lama dikritik karena isinya tak akurat. Secara ideologi, peraturan dipengaruhi oleh agama dan dirancang agar perempuan tak melakukan aborsi.
Dalam satu seksi di pamflet itu berisi kanker payudara dan aborsi saling berkaitan satu sama lain. Padahal studi mengatakan tak ada hubungan sebab akibat antara keduanya.
"Kami menghadapi kebodohan itu semua dalam hidup kita," kata Farrar yang juga mengatakan negara bagian Texas memiliki angka kematian ibu tertinggi di antara negara-negara maju.
Dan, dia benar. Rata-rata perempuan yang meninggal akibat komplikasi terkait kehamilan meningkat dua kali dalam tahun 2010 hingga 2014, menurut sebuah studi terbaru.
Terkait dengan RUU ini anggota parlemen dari Partai Republik berang.
"Saya malu dengan Farrar. Ia mencoba membandingkan isu aborsi dengan ketidaktahuannya terhadap biologi tubuh manusia," kata Tony Tinderholt dalam pernyataannya.
"Saya merekomendasikan agar ia mengambil kelas biologi di sekolah umum sebelum membuat RUU lainnya,"lanjutnya.
Tinderholt baru-baru ini mengajukan RUU yang memberikan sanksi klinik dan perempuan yang melakukan aborsi sebagai tindakan pembunuhan di Texas.
Aborsi di Texas
Texas adalah negara bagian yang menyulitkan perempuan untuk melakukan aborsi. Pertama, undang-undang yang ketat dan kurangnya klinik yang mau melakukan tindakan itu.
Negara bagian itu tidak memperbolehkan perempuan hamil lewat 20 minggu untuk aborsi kecuali hidup mereka dalam bahaya.
Di bawah UU ini, perempuan yang hamil dengan janin yang tak berkembang dipaksa untuk tetap dalam kandungan hingga saatnya tiba. Untuk mendukung bahwa janin tak berkembang, perempuan wajib menerima konseling dari pihak pemerintah, USG dan klinik wajib mendeskripsikan gambar bayi yang digugurkan kepada perempuan.
Pada tahun 2014, 96 persen di county-county Texas tak punya klinik yang menyediakan layanan aborsi. Dan 43 persen perempuan tinggal di kawasan itu.
Dan semenjak 2014, jumlah klinik yang menyediakan layanan aborsi turun dari 44 ke 18 setelah negara bagian Texas memperketat aturan aborsi bagi dokter dan klinik.
Pengetatan itu telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung, tapi kerusakan telah terjadi. Hingga hari ini, perempuan di Texas hanya bisa melakukan aborsi di tujuh kota di negara bagian itu.
Advertisement