Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Dirjen Perhubungan Darat mulai 1 April 2017 akan menerapkan Peraturan Menteri (PM) No 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Sebelumnya, PM 32 ini telah dilakukan sosialisasi selama enam bulan dan akan habis masa sosialisasi pada akhir Maret ini.
"Dengan selesainya masa sosialisasi dan kita juga telah melakukan uji publik yang kedua, maka nanti per awal April PM 32 ini akan resmi diberlakukan," kata Dirjen Perhubungan Darat Pudji Hartanto di kantornya, Selasa (14/3/2017).
Pudji mengungkapkan, dalam PM 32 tersebut sudah memasukkan 11 tuntutan para perusahaan taksi online dan konvensional. Salah satunya mengenai mekanisme tarif.
Dalam PM 32 ini, mencantumkan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi tarifnya memiliki batas atas dan batas bawah.
Baca Juga
Advertisement
"Jadi kemungkinan nanti misal kalau taksi online itu jarak tertentu tarifnya Rp 50 ribu, kalau taksi online tidak terus Rp 10 ribu, misal nanti jadi Rp 40 ribu atau berapa, tidak jauh selisih tarifnya," ujar Pudji.
Tak hanya soal tarif, perusahaan taksi online juga akan dikenakan pajak sesuai ketentuan Direktorat Jendral Pajak.
Selain itu dari segi silinder (CC), dalam PM 32 ini kendaraan dengan kapasitas silinder 1000 CC diperbolehkan untuk dijadikan kendaraan angkutan sewa khusus.
"Itu berarti bagi kita kendaraan itu aman dan layak digunakan," tutur Pudji.
Sebelumnya, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengeluhkan ambruknya bisnis angkutan darat pada 2016.
Dia mengatakan, hal ini terutama terjadi pada moda transportasi, seperti taksi, bajaj (angkutan lingkungan), dan mikrolet. Omzet taksi bahkan turun hingga 50 persen tahun ini.
"Bisnis transportasi darat di 2016 secara umum ambruk 60 persen, khususnya untuk beberapa sektor seperti taksi, angling (angkutan lingkungan) dan mikrolet. Taksi turun 40-50 persen, mikrolet 30 persen," ungkap dia seperti ditulis pada 27 Desember 2016.
Akibatnya, ucap Shafruhan, hingga saat ini sudah ada dua operator taksi yang tutup. Hal tersebut lantaran tidak mampu bersaing dengan transportasi berbasis online yang kian menjamur.
"Ada juga yang kendaraannya yang tinggal 10 persen beroperasi, ada yang 20 persen beroperasi. Tergantung perusahaannya," kata dia.
Shafruhan menilai, ambruknya bisnis angkutan darat tahun ini lantaran adanya persaingan tidak sehat antara model transportasi konvensional dengan yang berbasis aplikasi. Hal tersebut harus menjadi perhatian pemerintah di tahun depan.
(Yas)