Liputan6.com, Brebes - Pernikahan dini atau perkawinan usia anak sebaiknya dihindari. Sebab, bisa mendatangkan risiko yang fatal, baik dari segi fisik maupun psikis.
"Dengan perkawinan dini, banyak hak-hak anak yang tercerabut, sehingga tidak ada kebahagiaan di dalam mengarungi bahtera rumah tangga," ucap Direktur Islam dan Gender Fahmina Institute, Alifatul Arifiati, saat mengisi sosialisasi "Pencegahan Perkawinan Usia Anak" di ruang rapat Bupati Brebes, Jawa Tengah, Senin, 13 Maret 2017.
Alif memaparkan, pencerabutan hak-hak anak seperti hak atas pendidikan, hak bebas dari kekerasan dan pelecehan, hak atas kesehatan, hak dilindungi dari eksploitasi, dan hak untuk tidak dipisahkan dari orangtua.
Bahkan yang lebih mengerikan, imbuh dia, perkawinan usia anak akan memicu kanker serviks, kanker payudara, cerai di usia muda, dan kematian ibu dan anak.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, akibat belum memiliki bekal cukup dalam mencari nafkah dan rendahnya pendidikan, maka akan menjadi penyumbang rendahnya tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
"Tidak jarang, kemiskinan yang ditimbulkannya akan berdampak pada tindak kekerasan di dalam rumah tangga," ujar Alif yang juga penggagas Kongres Ulama Wanita itu.
Berdasarkan data yang dihimpun secara global, ada 720 juta anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun. Sedangkan untuk anak laki-laki ada 156 juta. "Unicef (Badan PBB Urusan Anak-Anak) mencatat ada 340 ribu anak menikah setiap tahunnya," dia menambahkan.
Usia Ideal
Lantaran itulah, Alif menganjurkan kepada peserta sosialisasi yang mayoritas anak usia SMA untuk melangsungkan perkawinan ideal pada usia 25 tahun untuk wanita dan usia 29 tahun untuk laki-laki.
Perkawinan anak di Indonesia, lanjut dia, mencapai angka 10 besar di dunia. Sedangkan Jawa Tengah menempati posisi ke-7 provinsi tertinggi perkawinan anak di Indonesia.
"Brebes, menempati angka tertinggi perkawinan anak di Jateng, sungguh menakjubkan," sebut dia.
Untuk mencegah perkawinan dini, dia merekomendasikan agar kebijakan pemerintah senantiasa meningkatkan cakupan layanan pendidikan, menangani norma sosial dan budaya di tingkat lokal. Serta, akses pendidikan tinggi dan pelatihan keterampilan ekonomi.
Civitas academica juga tidak bosan untuk melakukan riset lebih lanjut tentang usia perkawinan anak. Pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang komprehensif perlu terus digalakan.
"Tak kalah penting, pendampingan kasus kawin anak juga terus dilakukan demi penjaminan hak-hak anak," ujar dia.
Sementara itu, Wakil Bupati Brebes Narjo mewanti-wanti agar anak-anak jangan sampai terjebak dengan usia anak. Karena belum cukup matang dan mengandung risiko. Masa muda, menurut Narjo, adalah masa untuk belajar, berprestasi, dan bekerja.
Tunda Pernikahan Dini
Terlebih, imbuh Narjo, daya saing global semakin menantang yang memerlukan remaja unggul, skill yang tinggi dan soft skill yang mumpuni.
"Tundalah usia perkawinan anak, dengan mengisi masa anak dengan berbagai kreativitas dan inovasi yang bermanfaat untuk masyarakat banyak," ucap Narjo.
Lebih jauh Narjo mengatakan, hidup dan kehidupan harus direncanakan meskipun pada akhirnya Tuhan yang menentukan. Namun capaian keluarga kecil bahagia dan sejahtera harus diwujudkan.
"Allah akan memberi rezeki pada orang yang mencari ilmu," kata Narjo sembari menceritakan perihal kehidupan masa kecilnya.
Adapun Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak DP3KB Kabupaten Brebes Rini Pujiastuti melaporkan, sosialisasi ini digelar untuk memberi wawasan kepada para remaja Brebes untuk menunda perkawinan para usia anak.
Di samping itu, peserta juga diharapkan bisa menyosialisasikan lagi kepada generasi muda untuk menjelaskan arti pentingnya mencegah pernikahan dini. Peserta sebanyak 200 orang itu antara lain berasal dari IPNU-IPPNU, IRM, Fatayat NU, para siswa sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), dan undangan lainnya.