Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan akan belajar dari Amerika Serikat (AS) dalam membuat kebijakan perdagangan dan kerja sama bisnis dengan negara lain. Negeri Paman Sam dianggap telah memiliki pengalaman yang banyak dalam bidang kerja sama perdagangan baik secara bilateral maupun regional.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangn Internasional Kemendag Imam Pambagyo mengatakan, selama ini Indonesia memandang AS sebagai negara mitra yang penting. Indonesia juga memiliki kerja sama perdagangan yang erat dengan negara tersebut.
"Saya melihat AS tetap merupakan mitra penting bagi Indonesia, banyak hal bisa kita pelajari oleh Indonesia, salah satunya ini. Saya lihat kerja sama seperti ini penting, kita juga masih melihat kebijakan AS ke depan. Kita pelajari kebijakan AS terkait perdagangan," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Baca Juga
Advertisement
Imam mengungkapkan, terlepas dari terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS, Indonesia berharap AS tetap menjadi mitra dagang yang penting bagi Indonesia. Pada tahun lalu ekspor Indonesia ke negara tersebut mencapai US$ 19 miliar.
"Tidak terkait dengan pemerintahan yang baru di AS. Tapi kita ingin bagaimana caranya mengembangkan ekosistem yang kondusif, dan tidak aneh sendiri. Negara di dunia tidak dilarang punya aspirasi macam-macam, berbagai aspirasi sesuai kepentingan nasionalnya. Tapi kita terikat oleh berbagai kesepakatan yang kita ada di dalamnya, ada WTO, perjanjian dengan negara dan kawasan," jelas dia.
Dengan belajar dari AS, lanjut Imam, diharapkan Indonesia memiliki kebijakan perdagangan yang lebih baik. Saat ini, tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menentukan arah kebijakan yaitu koordinasi antar instansi terkait. Dalam hal ini Indonesia bisa belajar dari AS.
"Mereka punya sistem yang kuat, establis ratusan tahun. Salah satu tantangan kita kan koordinasi antar instansi, kita ingin membuka pikiran bagaimana bentuk sebuah regulasi yang bagus, tidak hanya untuk kepentingan bisnis tapi jg kepentingan pemerintah. Karena pasar kan tidak sempurna. Intervensi pemerintah penting tapi tidak bisa berlebihan karena bisa ciptakan high cost economy, over regulated economy," ujar dia.