Liputan6.com, Yogyakarta - Aksi klithih atau kenakalan remaja di jalanan yang biasanya berujung kekerasan oleh sekelompok pemuda usia sekolah kembali santer terdengar di Yogyakarta.
Klithih bisa berarti juga para remaja yang kerap berkumpul dan mencari keisengan untuk mengisi waktu senggang dengan cara berkeliling menggunakan kendaraan bermotor.
Aksi klithih terakhir di Jalan Kenari pada Minggu 12 Maret 2017 lalu menewaskan seorang pelajar SMP Piri 1 Yogya, Ilham Bayu Fajar. Polisi pun sudah bergerak cepat. Dalam kurun waktu dua hari, polisi menangkap tujuh dari sembilan pelaku dugaan klithih yang menewaskan Ilham.
Kapolda DIY, Brigadir Jenderal Pol Ahmad Dofiri, mengatakan, latar belakang timbulnya potensi aksi klithih itu karena berbagai macam faktor. Mulai dari geng-geng sekolah sampai pada doktrin atau ajaran kakak kelas dan alumni sekolah.
"Jadi memang klithih itu potensi awalnya macam-macam. Ada karena geng sekolah, ada karena teman sekolah dulu lalu ketemu lagi. Yang kasus ini, mereka (para pelaku) dari beberapa sekolah, dipertemukan karena dikenalkan temannya atau karena ada teman kakaknya," ucap Dofiri di Mapolresta Yogyakarta, Selasa, 14 Maret 2017.
Baca Juga
Advertisement
Dofiri pun mengingatkan pentingnya peran orangtua dan guru. Peran aktif orangtua dan guru sangat berarti untuk menekan aksi negatif anak di luar lingkungan rumah maupun sekolah.
Sebab polisi tak segan-segan untuk menindak tegas para pelaku klithih. Mengingat sebelumnya aksi klithih juga pernah terjadi di Selopamioro, Imogiri, Bantul pada 12 Desember 2016 lalu.
Pun demikian pada kasus klithih yang menewaskan Ilham ini pun polisi tetap menindak tegas para pelakunya. Meski semua pelaku masih berstatus pelajar alias masih di bawah 17 tahun, polisi tetap akan memproses hukum mereka sesuai ketentuan perundang-undangan dalam KUHAP.
Sebab, polisi menjerat para pelaku dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 336 KUHP tentang ancaman dengan kekerasan secara bersama-sama yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Dari situ, ancaman hukuman pidana bagi para pelaku di maksimal 15 tahun penjara.
"Mereka berpikir apabila usianya belum 17 tahun akan dibebaskan? Itu keliru. Kalau ancamannya lebih dari tujuh tahun mereka tetap dikenakan ketentuan pidana, akan kita proses," ujar Dofiri.
Sementara itu Kapolresta Yogyakarta Tommy Wibisono mengatakan proses pengadilan anak adalah 15 hari. Menurut dia, pihaknya akan mengawal kasus ini sampai tuntas. Lantaran aksi klithih di Kota Pelajar ini selalu meresahkan warga. Dia pun menegaskan, polisi tidak akan main-main dengan para pelaku kejahatan, termasuk pelaku aksi klithih yang sampai memakan korban jiwa.
"Langsung kita proses dan nanti tunggu vonis hakim. Ciri khas kota besar pasti banyak kasus, tapi jangan macam-macam di sini (Yogyakarta)," ujar Tommy.