Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akan menggelar sidang e-KTP hari ini. Pada sidang kedua tersebut jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan saksi.
"Sidang ditutup dan dilanjutkan pada Kamis, 16 Maret 2017," ujar Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar, Kamis 9 Maret lalu.
Advertisement
Sidang langsung dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi karena dua terdakwa kasus e-KTP, Irman dan Sugiharto, tidak mengajukan eksepsi atau keberatan.
Pengacara dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Soesilo Aribowo, mengatakan timnya akan fokus ke hal-hal formil materi dalam sidang e-KTP.
"Begini, dalam suatu peristiwa pidana ini, eksepsi itu lebih fokus kepada hal-hal yang bersifat formil. Kalau kami lihat tadi, saya kira, kawan-kawan dari KPK sudah terbiasa membuat suatu dakwaan, itu secara formil saya kira tidak ada masalah, secara materiil, histori atau sejarah dari peristiwa pidana itu sendiri," kata Soesilo saat itu.
Sebelumnya, dua mantan anak buah Gamawan Fauzi, yakni Irman dan Sugiharto, didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada dakwaan kasus e-KTP disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun. Termasuk 37 anggota Komisi II lainnya juga disebut dalam sidang e-KTP pekan lalu. Namun sebagian mereka membantah terlibat di antaranya Ketua DPR Setya Novanto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.