Liputan6.com, Washington - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed) akhirnya menaikkan suku bunga untuk kedua kalinya dalam tiga bulan. Sebelumnya Desember 2016, the Federal Reserve telah menaikkan suku bunga sekitar 0,25 persen atau 25 basis poin (bps).
Kenaikan suku bunga ini didorong dari pertumbuhan ekonomi yang stabil, data tenaga kerja yang kuat dan keyakinan inflasi naik sesuai target the Federal Reserve.
Bank sentral AS menaikkan suku bunga 25 basis poin menjadi 0,75 persen-1 persen menandai langkah bank sentral AS untuk meyakinkan pasar kalau pihaknya kembali menjalankan kebijakan moneter lebih normal.
Pimpinan bank sentral AS Janet Yellen menekankan keyakinannya terhadap pertumbuhan ekonomi. "Kami telah melihat kemajuan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa bulan terakhir sesuai yang kami antisipasi. Kami memiliki keyakinan pertumbuhan ekonomi sesuai jalur," ujar dia dalam konfrensi pers, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (16/3/2017).
Baca Juga
Advertisement
Bank sentral AS diperkirakan menaikkan suku bunga sebanyak dua kali lagi pada 2017. Kemudian menaikkannya secara bertahap sebanyak tiga kali pada 2018.
Imbas kenaikan suku bunga tersebut, bursa saham AS menguat. Sedangkan imbal hasil surat utang atau obligasi melemah. Indeks dolar AS pun diperdagangkan lebih rendah terhadap sejumlah mata uang.
The Federal Reserve melihat inflasi mendekati target dua persen. Selain itu, investasi juga sedikit menguat usai melemah selama berbulan-bulan.
Meski demikian, bank sentral AS tidak berencana untuk mempercepat laju pengetatan moneter. Yellen menegaskan, kenaikan suku bunga dilakukan "secara bertahap". Kenaikan tersebut terjadi hingga akhir 2019.
"Ini mengurangi beberapa kekhawatiran kalau mungkin the Federal Reserve akan menaikkan sku bunga di masa mendatang. Mereka sudah memilih tidak memberi sinyal," ujar Brad McMillan, Direktur Commonwealth Financial.
Sebelumnya kelompok buruh mendesak the Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga secara lambat. Hal ini untuk mendorong kelanjutan rekrutmen tenaga kerja dan kenaikan upah.
Sebelumnya, rata-rata tenaga kerja tumbuh 209 ribu per bulan selama tiga bulan. Angka ini jauh di atas yang dibutuhkan sekitar 75 ribu-100 ribu. Ada pun tingkat pengangguran sekitar 4,7 persen.
The Federal Reserve memprediksi, tingkat pengangguran akan turun menjadi 4,5 persen pada 2017, dan stabil hingga 2019.
Yellen juga secara konsisten menuturkan, kalau the Federal Reserve siap untuk menghadapi inflasi dari penurunan atau lonjakan pengangguran. Tidak menutup kemungkinan inflasi akan di atas target.
"Ini tampak seperti waktu yang baik untuk mengingatkan masyarakat Amerika Serikat kalau inflasi bisa di bawah dua persen dan kadang akan di atas 2 persen," ujar dia.
Selain itu, rilis ekonomi dari the Federal Reserve ini menunjukkan tidak ada perubahan dari pertemuan Desember 2016. The Federal Reserve juga sedikit mengindikasikan soal dampak kebijakan presiden AS Donald Trump.
"Kami belum membicarakan detil potensi perubahan kebijakan. Kami juga tidak mencoba untuk memetakan respons. Kami memiliki banyak waktu melihat perkembangan yang terjadi," tutur Yellen.
Pihaknya telah bertemu dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, dan Donald Trump sekali sejak ia menjabat.
The Federal Reserve menargetkan pertumbuhan ekonomi 2,1 persen pada 2017. Angka ini tidka berubah sejak perkiraan bulan Desember.