Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan korupsi dalam kasus e-KTP tidak hanya menghambat masyarakat merekam data diri dan mendapatkan kartu fisik e-KTP. Hal ini juga berdampak pada pejabat Kementerian Dalam Negeri yang menjadi sangat hati-hati dalam mengambil keputusan.
"Imbasnya terlalu hati-hati, semua harus seizin menteri, seizin dirjen. Dirjen juga harus seizin menteri, saya harus ke KPK juga harus ke LKPP, ke Menteri Keuangan juga," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/3/2016).
Advertisement
Kehati-hatian ini rupanya sudah dilihat oleh Presiden Joko Widodo. Tjahjo juga sudah melaporkan pada Presiden ada 68 pejabat Kemendagri dipanggil KPK dalam setahun terkait kasus e-KTP. Itu belum termasuk staf dan panitia lelang, sehingga ada kehati-hatian yang lebih sebelum mengambil keputusan.
"Ya wajar dong, saya kira dari pengalaman yang sudah-sudah, terus setahun dipanggil bolak-balik. Bukan menghambat ya, akhirnya jadi hati-hati orang ambil keputusan. Yang tadinya ini ada mi langsung dimakan, sekarang ini mereknya apa, ini mateng atau tidak, ini pedes atau tidak, ini rasanya apa, itu aja," ujar Tjahjo.
Sebelumnya, Tjahjo juga mengaku merupakan salah satu pejabat yang harus menerima dampak pengusutan kasus e-KTP ini. Dia begitu kesal karena pekerjaan terganggu lantaran penyidikan kasus ini.
"Bagaimana kami mau kerja. Secara psikis kan wajar (terganggu)," ujar Tjahjo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 14 Maret 2017.
Meski begitu, dia tetap optimistis proyek ini bisa diselesaikan. Sehingga seluruh masyarakat bisa mendapatkan haknya memiliki e-KTP.
"Kami optimistis kalau jalan terus tanpa harus menunggu proses hukum," pungkas Tjahjo.