Liputan6.com, Mogadishu - Beberapa waktu lalu, pada Senin 13 Maret dunia kembali dikejutkan oleh pembajakan kapal minyak di perairan Somalia. Pasalnya, laut di kawasan itu telah dinyatakan aman dan pembajakan terakhir terjadi pada 2012 lalu.
Namun, akhirnya para pembajak membebaskan kapal tanker itu. Pembebasan itu dilakukan setelah beberapa jam setelah terjadi tembak-menembak antara pembajak dan angkatan laut.
Advertisement
"Ada banyak diskusi berlangsung setelah baku tembak terjadi. Kami menarik pasukan kami kembali dan... pembajak membebebaskan kapal itu," kata Abdirahman Mohamud Hassan, direktur jenderal polisi maritim Puntland, seperti dikutip dari BBC, Jumat (17/3/2017).
Kelompok bajak laut itu membebaskan kapal tanpa permintaan uang tebusan apapun, tambahnya.
Namun, menurut John Steed mantan tentara Inggris yang berpengalaman negosiasi dengan sandera bajak laut di Somalia mengatakan pasti ada sesuatu yang ditawarkan kepada para bajak laut sehingga kelompok kriminal itu tak bisa menolak.
Hassan sebelumnya mengatakan, bajak laut yang berada di kapal tanker menembak ke arah angkatan laut pada Kamis setelah otoritas berhasil mencegat kapal lain yang diduga milik kelompok itu yang membawa barang-barang penting seperti makanan.
Empat orang terluka dalam baku tembak itu. Otoritas Puntland mengerahkan keamanan lokal untuk mengawal pembebasan sandera di kapal tanker itu.
Kapal tanker itu berangkat dari pelabuhan Djibouti menuju Mogadishu. Namun, di jalur itu mereka dibajak.
Kapal itu membawa minya dan dimiliki oleh Uni Emirat Arab. Meski demikian, 8 kru keseluruhan adalah warga Sri Lanka.
Pada hari Rabu, angkatan laut anti-pembajak Uni Eropa-- yang membantu untuk mengatasi perompakan di wilayah itu-- mengatakan para pembajak telah menuntut uang tebusan.
Pemerintah kemudian masih berusaha untuk menentukan apakah orang-orang bersenjata, yang tidak memberikan rincian tentang ukuran tebusan, adalah benar kelompok bajak laut atau sekedar nelayan yang peralatannya telah dihancurkan otoritas kerena dianggap melakukan ilegal fishing.
Tentara Uni Eropa sebelumnya membuat kontak dengan kapal tanker itu , yang mengatakan kapal dan krunya ditawan saat berlabuh di pesisir timur laut Somalia. Sistem pelacakan kapal dilaporkan telah dimatikan.
Pembajakan di lepas pantai Somalia, biasanya untuk tebusan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir telah berkurang secara signifikan. Hal itu karena karena luas patroli militer internasional serta dukungan bagi komunitas nelayan lokal.
Pada puncak krisis pada tahun 2011, ada 237 serangan dan biaya tahunan pembajakan diperkirakan sampai US$ 8 miliar
Pada 2015, para pejabat Somalia memperingatkan bahwa pembajakan bisa kembali kecuali masyarakat internasional membantu menciptakan lapangan kerja dan keamanan darat, serta memerangi illegal fishing di laut.
Beberapa nelayan Somalia beralih ke pembajakan setelah mata pencaharian mereka hancur oleh penangkapan ikan ilegal dari kapal pukat asing, yang diuntungkan dari kurangnya penjaga pantai.