Liputan6.com, Jakarta - Sejak dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) oleh Uni Eropa, kinerja ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa turun sebesar 72,34 persen atau turun dari US$ 635 juta pada 2013 menjadi US$ 9 juta pada 2017.
Nilai BMAD yang ditetapkan cukup besar yaitu 8,8-23,3 persen (EUR 76,94-EUR 178,85) per ton. Hal ini menyebabkan ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa mengalami kelesuan.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan hasil analisis pengenaan BMAD tersebut, Pemerintah Indonesia menilai ada ketidakadilan dan inkonsistensi dengan Anti-Dumping Agreement (ADA) WTO.
Atas alasan inilah, Indonesia mencari keadilan melalui forum Dispute Settlement Body (DSB) WTO. Indonesia meyakini bahwa Komisi Eropa (KE) sebagai otoritas penyelidikan melakukan kesalahan dalam metodologi dan penghitungan normal value serta profit margin yang menyebabkan produsen/eksportir biodiesel asal Indonesia dikenakan BMAD tinggi.
“Uni Eropa merupakan pasar yang bagus untuk produk biodiesel Indonesia. Dengan gugatan ini, kita berharap akan dihasilkan penurunan jumlah margin dumping, sehingga nantinya ekspor biodiesel kembali meningkat. Namun demikian, upaya ini membutuhkan koordinasi yang baik antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha,” tutur Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, Minggu (19/3/2017).
Lebih lanjut Oke menegaskan, Indonesia tidak akan berlaku lunak terhadap upaya-upaya yang dapat merugikan akses pasar Indonesia di Uni Eropa. Hal yang sama sebenarnya juga dialami oleh Argentina.
Indonesia melayangkan gugatan yang sama dengan Argentina kepada Uni Eropa. Argentina sendiri telah berhasil memenangkan kasus ini di tingkat Appellate Body (AB) WTO.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati siap melayangkan gugatan pada bulan ini. Pradnyawati menegaskan akan terus memantau setiap perkembangan informasi atas sengketa biodiesel ini.
“Kami siap menyampaikan gugatan pada pertemuan pertama pada 29-30 Maret ini di markas besar WTO di Jenewa. Kami tidak akan membiarkan ada celah yang akan berpotensi melemahkan gugatan Indonesia kepada Uni Eropa,” tegas Pradnyawati.
Pradnyawati menuturkan, berkaca dari hasil sengketa biodiesel antara Argentina dan Uni Eropa, gugatan Indonesia serupa dengan gugatan yang diajukan Argentina.
“Belajar dari pengalaman Argentina, kami optimistis Indonesia dapat memenangkan gugatan di DSB WTO, sehingga Uni Eropa menurunkan margin dumping atau membatalkannya,” tutur Pradnyawati.
Tidak hanya melalui DSB WTO, produsen/eksportir Indonesia juga telah mengajukan gugatan atas pengenaan BMAD Uni Eropa ke General Court Uni Eropa.
Pada 19 September 2016 Kantor Berita Reuters mengabarkan pengadilan General Court Uni Eropa telah mengabulkan gugatan tersebut dan berdasarkan hasil putusannya memerintahkan KE untuk membatalkan penetapan BMAD terhadap Indonesia dan Argentina.
Saat ini Dewan Uni Eropa tengah mengajukan banding terhadap putusan General Court ke The European Court of Justice.