Liputan6.com, Jakarta - Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Komura yang diduga pungutan liar atau pungli, pemerasan, dan premanisme di Pelabuhan Palaran, Samarinda menampik jika praktik bongkar muat yang mereka lakukan sebagai modus pungli dan pemerasan.
Ketua Koperasi TKBM Komura, Jaffar Abdul Gafar menerangkan proses pembayaran untuk biaya bongkar muat bagi buruh yang tergabung di Koperasi Komura memang agak berbeda.
Advertisement
Ia menerangkan pembayaran dari pihak perusahaan atau pihak yang ingin bongkar muat menggunakan jasa buruh koperasi, harus membayar panjar atau uang muka sebesar 30 persen dari total biaya bongkar muat.
"Kesepakatan kami sejak lama dengan perusahaan yang mau bongkar muat harus bayar 30 persen sebagai panjarnya," kata Jaffar di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Minggu, 19 Maret 2017.
Pembayaran panjar, lanjut dia, bisa diambil oleh buruh itu sendiri tanpa melewati pihak pengelola koperasi. Dengan demikian, pihak perusahaan tak perlu mengantarkan biaya bongkar muat ke kantor koperasi. Nanti, ketika bongkar muat sudah selesai, maka pihak perusahaan tinggal melunasi biaya bongkar muat yang telah dikurangi biaya panjar tersebut.
"Jadi kalau buruh yang ambil panjar ke perusahaan itu dianggap sebagai pemerasan dan pungli, ini sudah salah. Kami punya kesepakatan agar bayar 30 persen di awal, itu bisa diambil buruhnya langsung, yang penting ada kuitansi jelasnya, nanti saat pelunasan, dipotong panjar," kata Jaffar.
Ia menyebut, nominal panjar yang diberikan bisa saja jumlahnya puluhan juta. Dia tak mempermasalahkan jika itu diambil oleh buruh anggota Koperasi TKBM Komura. Bahkan, jika uang itu tak diserahkan ke koperasi pun, menurut Jaffar, sah-sah saja, asalkan ada kejelasan pembiayaan dari panjar itu.
"Uang panjar itu bisa diambil buruh yang mengerjakannya. Uangnya bisa dipakai langsung oleh buruh yang bekerja, untuk bayar bensin mereka, untuk bayar biaya kapal, atau biaya lainnya, yang penting panjarnya sesuai kesepakatan dan jelas kuitansinya," kata Jaffar.
Buruh-buruh yang bisa mengambil langsung panjar tersebut, kata Jaffar adalah buruh yang sudah terdaftar dan merupakan anggota Koperasi TKBM Komura.
Jika menurut polisi sistem yang dipakai oleh Koperasi TKBM Komura sebagai bentuk pungli, pemerasan, dan premanisme, Jaffar menolak keras. Menurut dia, aturan panjar 30 persen itu merupakan kesepakatan sejak lama dari tiga pembina dan pihak terkait dengan pelabuhan serta kebijakan bongkar muat.
"Tiga pembina itu adalah KSOP yakni Syahbandar atau APL, lalu Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Koperasi, kalau itu dianggap pemerasan, kami hanya ikut aturan," kata Jaffar.
Sebelumnya, tim penyidik Bareskrim Polri melakukan penggeledahan pada hari Jumat, 17 Maret 2017, di empat titik di antaranya Kantor TKBM Komura, PT PSP, Pelabuhan Palaran dengan dugaan adanya pungli yang menyebabkan tingginya biaya bongkar muat peti kemas.
Dalam penggeledahan ditemukan sejumlah fakta adanya pemungutan dengan penambahan biaya yang dibebankan kepada pemilik barang di luar aturan yang ditetapkan.