Liputan6.com, Jakarta Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Andy Purnomo terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten, Jawa Tengah. Andy merupakan anak dari tersangka Bupati Klaten Sri Hartini.
Pemeriksaan Andy dalam kapasitasnya sebagai anggota DPRD Klaten. Selain Andy, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Bupati Klaten Sri Mulyani.
Advertisement
"Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SHT (Sri Hartini) dalam perkara tindak pidana korupsi suap mutasi dan promosi jabatan di Klaten," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (20/3/2017).
KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap anggota DPRD Klaten Eko Prasetyo, Kepala Bidang (Kabid) Mutasi pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Klaten Slamet, pegawai negeri sipil (PNS) Dinas Pertanian Klaten Nugroho Setiawan, dua orang ajudan Edy Dwi Hananto dan Nina Puspitasari, serta dari kalangan swasta Sunarso.
"Semuanya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SHT," kata Febri.
Sebelumnya, penyidik sempat menyita uang Rp 3 miliar dari kamar Andy Purnomo. Andy diduga mengetahui dugaan suap jual beli jabatan yang menjerat ibunya, Sri Hartini. "Kami sedang mendalami peran Andy," kata Febri beberapa waktu lalu.
Terima Rp 2 Miliar
KPK resmi menetapkan Bupati Klaten Sri Hartini sebagai tersangka kasus dugaan suap jual-beli jabatan terkait rotasi sejumlah jabatan di Pemkab Klaten. Selain Sri, KPK menetapkan Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten Suramlan sebagai tersangka.
Sri, bupati yang diusung PDIP, diduga menerima suap sekitar Rp 2 miliar lebih, US$ 5.700, dan 2.035 dolar Singapura dari para pihak yang "memesan" jabatan tertentu.
Sebagai penerima suap, Sri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sedangkan, kepada Suramlan selaku terduga penyuap, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.