Liputan6.com, Jakarta - DPR tengah gencar sosialisasi revisi UU KPK di kampus-kampus. Tujuannya adalah untuk menyerap aspirasi masyarakat terkait perubahan yang akan dilakukan terhadap lembaga antirasuah tersebut.
Namun dalam revisi UU KPK itu, ada lima poin yang diduga kuat sebagai upaya untuk melemahkan KPK. Setidaknya, hal itulah yang diungkapkan Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho kepada Liputan6.com, Senin (20/3/2017).
Advertisement
Pertama, ia mengatakan, pembentukan dewan pengawas KPK yang anggotanya dipilih DPR. Kedua, ia melanjutkan, penyadapan dan penyitaan KPK harus izin dewan pengawas.
"Ketiga (poin dalam revisi UU KPK), Penyadapan hanya dapat dilakukan pada tahap penyidikan. Artinya tidak boleh pada tahap penyelidikan seperti yang saat ini KPK lakukan," ungkap dia.
Keempat, ia menambahkan, KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan. "KPK tidak melakukan rekruitmen penyelidik dan penyidik di luar institusi Polri dan Kejaksaan," tegas dia.
Istana sendiri terlihat kurang antusias. Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menilai, sikap pemerintah tidak jauh berbeda dengan saat RUU KPK diwacanakan 2016 lalu. Presiden belum melihat ada yang mendesak sehingga UU KPK harus direvisi.
"Saya kira Presiden belum ada pembicaraan untuk merevisi UU KPK. Tidak ada urgenitas dan dugaan saya tidak akan berubah sikap pemerintah, Presiden," kata Teten di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 15 Maret 2017.