Liputan6.com, Jakarta - Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) menghitung kebutuhan investasi pembangunan infrastruktur oleh negara-negara di kawasan Asia mencapai US$ 1,7 triliun atau sekitar Rp 22.610 triliun setiap tahun. Investasi tersebut bertujuan mempertahankan pertumbuhan ekonomi, memberantas kemiskinan, serta mengatasi perubahan iklim.
Wakil Presiden ADB, Bambang Susantono menyampaikan hal itu dalam laporan ADB "Meeting Asia's Infrastructure Needs" di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
"Kami melihat kebutuhan pembangunan infrastruktur di kawasan Asia sekitar US$ 1,5 triliun. Jika memperhatikan faktor perubahan iklim, maka angka itu bisa bertambah sampai US$ 1,7 triliun," jelas Bambang.
Baca Juga
Advertisement
Apabila dihitung dengan kurs rupiah 13.300 per dolar AS, maka US$ 1,5 triliun-US$ 1,7 triliun ini setara dengan investasi senilai Rp 19.950 triliun-Rp 22.610 triliun.
Perhitungan angka tersebut, Bambang mengakui, merupakan kebutuhan investasi negara-negara di Asia setiap tahun. Sementara jika diakumulasi selama periode 2016-2030, total kebutuhannya mencapai US$ 22,6 triliun sampai dengan US$ 26 triliun dengan memasukkan perhitungan biaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
"Dari kebutuhan US$ 26 triliun, diperlukan US$ 14,7 triliun untuk investasi di sektor kelistrikan, sebesar US$ 8,4 triiun di sektor transportasi, telekomunikasi US$ 2,3 triliun, serta sektor air dan sanitasi US$ 800 juta sepanjang 2016-2030," papar Bambang.
Data ADB menunjukkan, dari US$ 26 triliun atau sekitar Rp 345.800 triliun selama 14 tahun, Asia Timur mengambil porsi hingga 61 persen hingga 2030. Sementara dilihat dari persentase terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sub kawasan Pasifik dengan kebutuhan 9,1 persen atau US$ 565 miliar dari total PDB-nya.
"Asia Selatan 8,8 persen atau US$ 6,3 miliar, Asia Tengah 7,8 persen atau US$ 565 miliar, Asia Tenggara 5,7 persen atau US$ 3,1 miliar, dan Asia Timur US$ 16,02 miliar atau 5,2 persen dari PDB," ujar Deputy Chief Economist ADB, Juzhong Zhuang.