Liputan6.com, Jakarta - Maraknya isu SARA di Pilkada DKI Jakarta membuat suhu politik semakin memanas. Ramai isu SARA ini bahkan sampai membuat polisi turun tangan. Isu SARA yang banyak ditujukan kepada salah satu calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu membuat sejumlah kelompok masyarakat terpecah.
Padahal, sejarah mencatat, Jakarta ternyata pernah mempunyai seorang gubernur nonmuslim sebelumnya. Dia adalah Henk Ngantung.
Advertisement
Sebelum dipilih menjadi gubernur, pria keturunan Manado tersebut lebih dulu menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta pada periode 1960-1964 dengan gubernurnya Sumarno. Henk menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sejak 27 Agustus 1964 sampai 15 Juli 1965.
Dulunya, Henk dikenal sebagai pelukis dan budayawan tanpa pendidikan formal. Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, dia ikut mendirikan kelompok Gelanggang. Henk Ngantung juga pernah menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok 1955-1958.
Saat itu, banyak kalangan yang protes atas pengangkatan Henk Ngantung. Salah satu alasannya karena Henk seorang nonmuslim. Namun, Bung Karno punya pertimbangan lain menjadikan Henk sebagai orang pertama di DKI.
Bung Karno ingin agar Henk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. Henk dianggap memiliki bakat artistik. Ini terlihat tatkala Presiden memanggilnya ke Istana. Dia menyarankan Presiden untuk mengurangi pohon di tepi jalan.
Pada Agustus 2012, dalam sebuah wawancara, istri Henk Ngantung Evie Mamessa mengatakan, suaminya memang bukan terlahir sebagai birokrat. Dia adalah seniman yang hobi melukis. Henk bahkan sempat menorehkan karya lewat lukisannya.
Salah satu karya monumental Henk Ngantung yang masih bisa disaksikan warga Jakarta yaitu monumen Tugu Tani. Henk merupakan pembuat sketsa Tugu Tani yang saat ini berada di Jalan Ridwan Rais, Jakarta Selatan itu.
Meski seorang nonmuslim, Evie mengatakan tidak pernah ada kasus SARA di masa kepemimpinan suaminya itu.
"Pak Henk seorang Kristen diangkat sebagai gubernur. Tapi enggak ada heboh-heboh SARA. Semua tidak ada yang marah karena bukan Islam," ujar Evie.
Henk menyelesaikan masa jabatannya pada 1965. Pergolakan yang terjadi akibat tragedi 1965 membuat Henk dijatuhkan. Dia dianggap sebagai salah satu bagian dari organisasi sayap PKI, Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
Henk meninggal pada usia 71 tahun pada 12 Desember 1991. Dia meninggal karena sakit jantung yang berkepanjangan.