Liputan6.com, Jakarta Pemerintah masih terus menyiapkan paket kebijakan ekonomi jilid 15. Fokus kebijakan tersebut untuk memperbaiki, membenahi, dan memperkuat sistem logistik di Indonesia yang selama ini memicu beragam masalah.
Deputi Menteri Koordinator Bidang Industri dan Perdagangan Kemenko Bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady mengungkapkan pemerintah memberi perhatian guna meningkatkan dominasi perusahaan logistik nasional, di samping fokus membenahi sistem logistik di Indonesia.
Advertisement
"Persoalan logistik kita banyak sekali kepentingannya. (Sistem) logistik kita rusak," tegas Edy saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Menurutnya, carut marut sistem logistik di Indonesia karena konektivitas belum terbangun sehingga mengerek biaya logistik. Pantas saja, kata Edy, bila ongkos logistik Indonesia menjadi yang termahal di kawasan.
"Belum lagi pelaku logistik kita yang cuma ikut-ikutan, bukan jadi leading tapi cuma jadi agen," dia mengatakan.
Masalah lainnya di dalam logistik Indonesia, Edy mengaku, tidak ada peta mengenai sistem transportasi barang. Itulah sebabnya distribusi barang tidak jelas. Contohnya ketika pasokan bawang merah melimpah, karena tidak ada peta yang jelas menyebabkan beberapa daerah justru mengalami kelangkaan. Akhirnya karena panik, impor jalan keluarnya.
"Biaya logistik mencapai lebih dari 40 persen dari harga ritel barang. Di Indonesia, 70 persen dari 40 persen masalahnya ada di transportasi. Ini yang bikin barang kita mahal dan menyebabkan inflasi, bagaimana mau ekspor kalau ongkos logistik tinggi," jelasnya.
Oleh karenanya, Edy menuturkan, pemerintah melalui Menko Perekonomian Darmin Nasution ngotot untuk membereskan persoalan logistik dan memperkuat dominasi perusahaan logistik nasional.
"Masa untuk angkutan saja lebih dari 57 persen dari freight (kargo) maupun asuransi dinikmati perusahaan asing. Belum lagi jasa logistik lain, kapal, handling, dan sebagainya," katanya.
Di temui terpisah, Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo mengarakan, pemerintah sedang menyiapkan intensif untuk menekan biaya logistik nasional. Persiapannya bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, dan sebagainya.
"Paket ini supaya cepat mengurangi biaya logistik kita yang masih tinggi. Makanya paket kebijakan ekonomi 15 terkait dengan logistik, tapi sekarang masih didiskusikan karena menyangkut beberapa Peraturan Presiden, Peraturan Menteri yang harus didalami lagi," pungkas dia.
Belum Tuntas
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengaku, ada peraturan sebagai landasan hukum pelaksanaan paket kebijakan yang belum selesai. Karena alasan itulah, pemerintah tidak ingin terburu-buru mengumumkan paket kebijakan ke-15.
"Belum selesai ternyata peraturannya. Saya tidak mau mengumumkannya. Karena itu ada banyak peraturan, ada berapa belas (regulasi)," katanya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa ini.
Menurut Darmin, belasan peraturan tersebut harus diselesaikan di kementerian terkait. "Bukan kendala sih, ini belum selesai saja dari kementerian masing-masing," tegas dia.
Sementara itu, Deputi Menteri Koordinator Bidang Industri dan Perdagangan Kemenko Bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady mengaku, ada 17 peraturan yang harus dirampungkan 15 instansi.
"Bapak (Menko Perekonomian) maunya 17 regulasi. Saya butuh waktu lah. Ini digodok lebih dari 2 tahun, saya takut kawan-kawan instansi lain lupa dan kantor Menko dibilang ngarang. Padahal ini sudah uji publik dan rapat berkali-kali," terangnya.
Edy mengaku, pemerintah tidak dapat mengeluarkan paket kebijakan ekonomi ini dalam waktu cepat karena alasan tersebut. "Agak sulit paket ini siap semua. Tidak bisa saya siapkan dalam waktu cepat, bisa ngaco nanti kebijakannya. Tapi dia (Menko) maunya semua kurang dari 2 minggu, sedangkan di kepala saya cuma 5-6 regulasi baru bisa beres," dia menegaskan.