Liputan6.com, New York - Harga minyak jatuh pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Harga minyak mentah AS melemah ke level terendah sejak November karena kekhawatiran tumbuhnya pasokan baru di tengah pembicaraan perpanjangan kesepakatan pemotongan pasokan.
Mengutip Reuters, Rabu (22/3/2017), harga minyak jenis Brent yang merupakan patokan dunia untuk pengiriman Mei turun 66 sen atau 1,3 persen dan menetap di angka US$ 50,96 per barel. Angka ini merupakan harga terendah sejak 14 Maret 017.
Sedangkan harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) turun 88 sen atau 1,8 persen dan menetap di US$ 47,34 per barel. Angka tersebut merupakan harga terendah sejak 29 November 2016.
Baca Juga
Advertisement
Penurunan harga minyak ini karena kehawatiran dari pelaku pasar bahwa pasokan minyak terus meningkat jauh di atas kebutuhan pasar. Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dan beberapa negara produsen minyak non-OPEC pada 30 November kemarin sepakat untuk memangkas produksi 1,8 juta barel per hari dari periode awal Januari hingga akhir Juni.
Pemangkasan produksi ini untuk menahan kejatuhan harga minyak ke level yang lebih rendah karena produksi yang lebih tinggi dibanding dengan permintaan. Namun menurut analisis dari Goldman Sachs, kesepakatan pemotongan produksi tersebut tidak bisa menutup kelebihan produksi karena adanya beberapa pembangunan sumur baru dari negara-negara yang tidak ikut dalam kesepakatan.
"Ada beberapa negara yang tidak ikut dalam kesepakatan justru melakukan produksi besar-besaran," jelas analis energi dari ION Energy, Houston, AS, Kyle Cooper.
Oleh karena itu, beberapa analis mengatakan bahwa kesepakatan untuk megurangi atau memangka produksi buruh waktu lebih panjang untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Bahkan jika perlu pemangkasan produksi dilakukan dalam satu tahun penuh sehingga tujuan jangka panjang untuk mendorong kembali harga minyak bisa terwujud.
OPEC sendiri akan kembali mengadakan pertemuan dalam waktu dekat ini untuk membahas mengenai rencana perpanjangan kesepakatan pemotongan produksi. Arab Saudi sebagai produsen minyak terbesar di OPEC memberikan sinyal positif untuk tetap memperpanjang pemotongan produksi. Namun beberapa negara di luar OPEC seperti Rusia belum memberikan tanggapannya.