Liputan6.com, Jakarta - Patmi peserta aksi cor kaki di Istana, Jakarta, meninggal dunia. Dia wafat setelah cor semen di kakinya dilepas, Selasa 21 Maret 2017 dini hari.
Kepala Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menuturkan, ketika itu Patmi yang akan kembali pulang ke kampung halamannya membersihkan diri di kamar mandi. Lalu saat keluar, dia berteriak menahan sakit, meringis lalu muntah dan langsung jatuh.
Advertisement
"Tepat dekat lift ini, beliau teriak dan memegang dada kirinya, lalu muntah-muntah," ujar Isnur kepada Liputan6.com, Senin 20 Maret 2017.
Aksi cor kaki dilakukan puluhan warga Kendeng sebagai bentuk protes atas keputusan pemerintah yang tetap mengoperasikan pabrik PT Semen Indonesia di Rembang dan di wilayah Pengunungan Kendeng, Jawa Tengah, meski putusan Mahkamah Agung sudah membatalkan izin pendiriannya.
Peserta aksi semen kaki ini mulai duduk dan berdiri di luar pagar Monas dari siang sampai sore, dengan fasilitas sanitasi lapangan dan peneduh. Pada sore hari, peserta aksi beristirahat dan menginap di YLBHI jalan Diponegoro Jakarta.
Kemudian, pada Kamis, 16 Maret 2017, ada 55 warga dari Kabuputen Pati dan Rembang menyusul bergabung dengan para peserta aksi sebelumnya. Dari ke-55 warga ini, hanya 20 orang yang mengecor kakinya, termasuk Patmi. Ia datang tanpa paksaan bersama kakak dan adiknya dengan seizin suaminya.
Lantas bagaimana sebenarnya sosok Patmi, wanita 48 tahun ini? Berikut ulasannya yang dihimpun Liputan6.com, Rabu (22/3/2017):
Pejuang Perempuan
Aktivis Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Koko, menangisi kepergian Patmi. Petani dari Pati, Jawa Tengah yang menyemen kaki di depan Istana ini meninggal dunia karena serangan jantung usai cor di kakinya dilepas.
"Bu Patmi adalah seorang pejuang perempuan, dari pegunungan Kendeng Utara. Patmi adalah Fatma yang artinya bunga, semoga dengan ini (meninggalnya Patmi) bunga-bunga perjuangan lainnya mekar, Patmi-Patmi lainnya siap berjuang dan melawan," teriak Koko sembari mengepalkan tangan kanannya ke udara, Selasa (21/3/2017).
Para petani dari sekitaran pegunungan Kendeng menolak pendirian pabrik Semen di Rembang dan di wilayah Pengunungan Kendeng, Jawa Tengah. Keberadaan pabrik itu dianggap akan merusak alam. Mereka juga sudah memenangkan putusan pengadilan Mahkamah Agung yang memerintahkan izin pembangunan pabrik dicabut.
Patmi merupakan satu dari puluhan warga Kendeng yang melakukan aksi penolakan pabrik semen dengan mengecor semen di kakinya. Lima hari sudah kaki Patmi terbenam dalam kotak berisi semen.
Advertisement
Tegar dalam Perjuangan
Sosok Patmi sebagai aktivis lingkungan diakui seorang kerabatnya, Jasmo. Wanita itu disebutnya memiliki kepedulian terhadap kondisi alam.
"Patmi aktif (kegiatan) dan tujuan mempertahankan lingkungan," kata kerabat Patmi, Jasmo kepada Liputan 6 SCTV, Selasa 21 Maret 2017.
Hal itu dibuktikan Patmi saat mengikuti aksi cor kaki di depan Istana, Jakarta. Menurut rekan seperjuangan, Ani, Patmi bersikukuh tak ingin pulang ke Pati setelah diputuskan dalam rapat antarpeserta aksi.
"Dia awalnya tak mau pulang, saya ajak pulang, tapi dia maunya tetap di sini. Katanya, saya suruh ninggalin dia, tapi nggak tahu jadinya seperti ini," isak Ani.
Para petani dari sekitaran pegunungan Kendeng menolak pendirian pabrik Semen di Rembang dan di wilayah Pengunungan Kendeng, Jawa Tengah. Keberadaan pabrik itu dianggap akan merusak alam. Mereka juga sudah memenangkan putusan pengadilan Mahkamah Agung yang memerintahkan izin pembangunan pabrik dicabut.
Patmi merupakan satu dari puluhan warga Kendeng yang melakukan aksi penolakan pabrik semen dengan mengecor semen di kakinya. Lima hari sudah kaki Patmi terbenam dalam kotak berisi semen.
Wafat Karena Sakit Jantung
Kabar meninggalnya Patmi diterima oleh Istana, Jakarta. Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menyampaikan bela sungkawa. Ia menyatakan Patmi wafat diduga lantaran kelelahan.
"Tim saya sudah bantu urus ya. Berdukacita, jantung ya, kemungkinan juga faktor capek," kata Teten di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Para petani sudah bertemu Teten, Senin 20 Maret 2017. Mereka juga langsung dipertemukan dengan pihak PT Semen Indonesia untuk mencari solusi bersama. Namun, butuh waktu untuk benar-benar mencari solusi terbaik karena harus menunggu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Usai pertemuan itu, Teten mengimbau para petani untuk menghentikan aksi mereka. Silakan saja menyampaikan pendapat, tapi tidak dengan cara-cara yang membahayakan diri.
"Jadi kemarin, kita kan sudah ngobrol sama mereka, tuntutan mereka sudah kita rekomendasikan. Mudah-mudahan ini hasil KLHS akan selesai akhir Maret, mungkin nanti jadi rujukanlah. Tapi akan bicarakan terus sama Kementerian Lingkungan Hidup, BUMN, dan pemerintah daerah," jelas dia.
Advertisement