Liputan6.com, Balikpapan - PT Pupuk Kaltim (PKT) membeberkan kesulitan perusahaan dalam menyalurkan pupuk subsidi kepada para petani yang berhak sesuai dengan ketentuan pemerintah. Perusahaan pupuk plat merah ini bertanggung jawab dalam distribusi pupuk subsidi di area Indonesia timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Jawa Timur, Bali, NTT hingga Papua.
“Penyaluran pupuk subsidi memang rumit dan pelik di Indonesia,” kata Account Executive Pupuk Kaltim Area Kaltimra, Dedeh Sulistiawan di Balikpapan, Rabu (22/3).
Pupuk subsidi termasuk katagori barang dalam pengawasan ketat sesuai ketentuan pemerintah. Proses distribusinya diatur berjenjang dalam ketentuan Kementerian Pertanian, pemerintah provinsi dan pemerintah kota dan kabupaten.
Selama 2016 lalu, Dedeh menyebutkan, Pupuk Kaltim mendistribusikan pupuk subsidi sebanyak 28.176 ton (NPK) dan 13.504 ton (urea) ke 10 kota dan kabupaten Kaltim. Penyerapan pupuk subsidi di Kaltim mencapai kisaran hingga 94 persen dari kuota ditentukan pemerintah.
“Penyerapan pupuk subsidi juga tergantung cuaca. Kadang petani juga tidak membeli pupuk akibat cuaca yang tidak mendukung,” paparnya.
Baca Juga
Advertisement
Petani memaksimalkan proses pemupukan memasuki musim penghujan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Dedeh menuturkan, pemupukan biasanya dimulai di masa awal pergantian tahun.
“Seperti sekarang ini petani sedang gencar gencarnya melakukan pemupukan. Penyaluran pupuk subsidi sebanyak 3.552 ton untuk urea dan 5.302 ton untuk NPK. Mencapai 22 persen dari total kuota pemerintah,” ujarnya.
Namun, tidak semua petani berhak membeli pupuk subsidi yang harganya jauh lebih murah dibandingkan pupuk non subsidi. Menurutnya, hanya petani tercantum dalam data rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) yang berhak membeli pupuk subsidi.
“RDKK ditentukan kelompok tani, petugas penyuluh lapangan (PPL) dan diakomodir aparat desa setempat. Secara berjenjang disampaikan ke kota dan kabupaten, provinsi dan Kementerian Pertanian menjadi RDKK penerima pupuk subsidi,” ungkapnya.
Permasalahan saat ini, Dedeh mengatakan, tidak semua petani memahami aturan main penyaluran distribusi pupuk subsidi di lapangan. Mayoritas diantaranya tidak tergabung dalam kelompok tani guna penguruan penerimaan pupuk subsidi.
“Mereka tidak paham prosedur di lapangan. Sehingga kemudian mengeluhkan tidak bisa memperoleh pupuk subsidi meskipun semestinya berhak,” ujarnya.
Pemerintah menetapkan harga murah pupuk subsidi yakni Rp 1.800 per kilogram dibandingkan pupuk non subsidi Rp 5 ribu per kilogram. Dia memaklumi bila akhirnya pemberlakukan aturan yang ketat dalam proses distribusinya di lapangan.
“Pengawasannya diatur dalam kelompok tani ini. Sehingga hanya petani memiliki lahan seluas maksimal 2 hektare saja yang berhak membeli pupuk subsidi. Pupuk subsidi juga diproduksi dengan warna merah muda agar mudah dalam pengawasannya,” tegasnya.