Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Polda Metro Jaya terus mengusut kasus pemasangan spanduk provokatif yang mengandung SARA dan banyak beredar di Jakarta. Pemasang spanduk itu dapat dijerat dengan pasal yang beragam, mulai dari penghasutan hingga penodaan agama.
"Banyak ya. Kalau misalnya ada suatu ajakan, bisa kena Pasal 160 KUHP (penghasutan), yang penting nanti apakah terlaksana ajakan itu," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono, di kantornya, Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Advertisement
Pasal tersebut dapat diterapkan jika ajakan atau provokasi dalam spanduk itu terlaksana. Jika hasutan yang tertuang dalam spanduk itu tak berdampak di masyarakat, polisi tidak bisa menjerat pelaku dengan Pasal 160 KUHP.
"Kemudian setelah itu bisa terkena Pasal 156 KUHP (tentang Penodaan Agama) dan juga Pasal 310 atau 311 KUHP (tentang Pencemaran Nama Baik dan Fitnah), tergantung polisi melakukan penyidikan," papar dia.
Sejauh ini, belum ada satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemasangan spanduk provokatif. Polisi masih terus melakukan penyelidikan dan memeriksa saksi-saksi.
"Belum. Kita masih lakukan penyelidikan. Nanti dijerat pidana (pasal apa) tergantung pemeriksaan dan pihak penyidik," ucap Argo.
Sejumlah spanduk bertuliskan "Menolak Menshalatkan jenazah Bagi Pembela Penista Agama" terpasang di beberapa masjid di Jakarta dan tempat lain. Pemprov DKI Jakarta telah menurunkan ratusan spanduk tersebut.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pemasangan spanduk yang mengimbau warga tidak menyalatkan jenazah warga muslim tertentu memicu perpecahan dalam masyarakat.
"Spanduk-spanduk di sejumlah rumah ibadah kita, tidak menyalatkan jenazah tertentu meski sesama Muslim, menimbulkan polarisasi tajam di tengah masyarakat," kata Lukman.
Ia mengatakan seharusnya imbauan semacam itu tidak boleh ada karena menyalatkan jenazah hukumnya fardhu kifayah.