Tarif Taksi Online Naik, Kenapa Bukan Konvensional yang Turun?

Pemerintah bakal mengatur tarif untruk taksi online

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 22 Mar 2017, 20:50 WIB
Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Menhub Budi Karya Sumadi dan Menkominfo Rudiantara bersiap memberikan keterangan usai menyosialisasikan pemberlakuan revisi Permenhub No. 32 Tahun 2016, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (21/3). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Rencana pengaturan tarif taksi online melalui revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, dengan aturan ini tarif angkutan yang murah dari taksi online hilang karena penerapan batas bawah.

Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengaku heran dengan revisi tersebut. "Harusnya kesetaraan yang atas mau menurunkan dirinya ke bawah. Bukan yang di bawah dipaksa menyesuaikan yang atas," kata dia di Jakarta, Rabu (22/3/2017).

Azas mengatakan, dengan regulasi tersebut masyarakat pun bakal membayar angkutan dengan harga yang lebih tinggi. Padahal, masyarakat sebelumnya telah menikmati angkutan dengan tarif murah dan fasilitas yang lebih baik.

"Sekarang ini masyarakat sudah bisa menikmati layanan yang enak murah dipaksa naik ke atas gitu dengan batas bawah. Ini kan kacau logikanya nggak apple to apple," ungkap dia.

Direktur Angkutan dan Multimoda Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Cucu Mulyana menerangkan, revisi Permenhub tersebut sebenarnya telah melewati uji publik sebanyak dua kali, baik kepada taksi online maupun taksi reguler (konvensional).

Uji publik pertama dilakukan di Jakarta pada 10 Februari 2017 dan berjalan dengan sukses. Begitu pula dengan uji publik kedua di Makassar yang berlangsung pada 10 Maret 2017.

"Kita lakukan juga (Makassar) berjalan baik lancar dan aman," kata dia.

Dia mengatakan, dalam uji publik itu intinya para supir menyetujui konsep Permenhub dan mendesak untuk segera diterbitkan. Harapannya, tidak terjadi gesekan saat mereka beroperasi.

"Perlu kami sampaikan permohonan pencatuman adanya batasan jumlah kendaraan dan pengaturan tarif batas atas bawah itu adalah merupakan permintaan mereka sendiri. Permintaan daripada komunitas pelaku baik taksi online dan reguler," jelas dia.

Para supir beralasan, kata Cucu, pendapatannya mulai tergerus karena ketatnya persaingan. Tidak hanya antara taksi online dan reguler, namun juga di dalam taksi online sendiri.

"Kenapa mereka meminta diatur seperti itu karena mereka sudah merasakan pendapatan semua mereka sudah turun. Persaingan sekarang bukan taksi online dan reguler. Di dalam taksi online sudah terjadi persingan ketat," ungkap Cucu.

Dia mengatakan, persaingan yang ketat menimbulkan risiko terhadap para pengguna jasa. Khususnya terkait dengan keselamatan.

"Coba bayangkan, apabila sudah terjadi persaingan begitu hebat, tarif bisa banting-bantingan harga. Apabila banting-bantingan harga apa yang terjadi, dipastikan hal yang terkait aspek keselamatan pasti menurun. Kalau aspek keselamatan menjadi korban maka pengguna jasa-lah yang menanggung risikonya," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya