Korupsi Pembangunan Jalan, Amran Mustary Dituntut 9 Tahun Penjara

Jaksa menilai Amran Mustary terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi bersama-sama.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 22 Mar 2017, 23:04 WIB
Amran Mustary

Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut Mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary, pidana penjara selama 9 tahun denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Amran dinilai bersalah melakukan suap proyek pembangunan jalan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) di Maluku dan Maluku Utara.

"Menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan pidana 9 tahun denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan," ujar Jaksa Subari Kurniawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (22/3/2017).

Jaksa menilai Amran terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi bersama-sama. Amran dinilai tak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

"Amran tidak mengakui perbuatannya secara keseluruhan dan tidak mengembalikan seluruh uang hasil dari kejahatannya," kata Subari.

Amran juga dinilai telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Amran mengupayakan agar proyek pembangunan jalan tersebut dikerjakan oleh perusahaan rekanan.

Amran awalnya melakukan pertemuan dengan sejumlah anggota DPR, yakni Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, dan Musa Zainuddin, untuk mengupayakan program pembangunan tersebut masuk dalam program aspirasi anggota Komisi V.

Setelah itu, Amran menerima uang dari beberapa perusahaan rekanan yang akan menggarap proyek tersebut. Amran dinilai telah menerima uang dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir Rp 7,275 miliar dan SGD 1,143,846.

Dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng, Amran menerima uang Rp 4,980 miliar, dari Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred Rp 500 juta.

Kemudian, dari Komisaris PT Papua Putra Mandiri Henock Setiawan alias Rino Rp 500 juta, dan dari Direktur CV Putra Mandiri Charles Franz alias Carlos Rp 600 juta.

Setelah mendapatkan uang dari perusahaan rekanan, Amran pun memberikan uang kepada para anggota Komisi V DPR RI yang telah membantunya.

Amran telah memberikan uang kepada anggota Komisi V DPR Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti SGD 328 ribu, atau sekitar 8% dari proyek pelebaran Jalan Tehori-Laimu senilai Rp 41 miliar.

Sementara, Budi Supriyanto menerima SGD 404 ribu. Anggota Komisi V dari Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Taufan Tiro juga ikut menerima fee dari program aspirasi Rp 100 miliar untuk pembangunan dan rekonsruksi Jalan Wayabula-Sofi.

Pada 10 November Andi menerima SGD 206,718 atau sekitar Rp 2 miliar. Pada 12 November, Andi menerima Rp 200 juta, kemudian pada 19 November menerima lagi SGD 205.128, dan pada 1 Desember 2015 ia menerima Rp 500 juta.

Selanjutnya, anggota Komisi V Fraksi PKB Musa Zainuddin juga menerima fee dari program aspirasi senilai Rp 250 miliar. Fee lainnya Rp 3,8 miliar dan SGD 328.337.

Suap juga dilakukan Amran kepada pejabat di KemenPUPR sebagai dana suskses pencalonan dirinya sebagai Kepala BPJN IX. Dalam hal ini, Amran telah menyuap Sekretaris Jenderal KemenPUPR Taufik Widjojono SGD 10 ribu. Selain itu, uang juga diberikan kepada sejumlah direktur dan pejabat di Direktorat Jenderal Bina Marga.

Amran juga terbukti menyerahkan uang kepada Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan Rp 6,1 miliar. Uang tersebut digunakan untuk pencalonan Rudi sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku Utara.

Atas perbuatannya, Amran Mustary dinilai melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya