Mahasiswa UGM Tolak Kedatangan Tim Sosialisasi Revisi UU KPK

Walaupun ada penolakan, acara sosialisasi yang dilakukan Badan Keahlian DPR dengan para akademisi Fakultas Hukum UGM tetap berlangsung.

oleh Yanuar H diperbarui 23 Mar 2017, 08:44 WIB
Mahasiswa dari BEM-se Indonesia melakukan Aksi meletakan poster di depan Gedung DPR-MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (23/2/2016). Dalam Aksinya mereka menuntut "Menolak Revisi UU KPK". (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Sosialisasi rencana revisi UU KPK atau UU Nomor 30 Tahun 2002 oleh DPR mendapat respons negatif dari mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Antikorupsi Yogyakarta menolak kedatangan perwakilan DPR melakukan sosialisasi.

Penolakan itu ditujukan kepada dua perwakilan DPR, Johnson Rajagukguk sebagai Kepala Badan Keahlian DPR dan Inosentius Samsul sebagai Kepala Pusat Perancangan Undang-undang Badan Keahlian DPR. Mereka menilai apa yang dilakukan DPR  dengan revisi UU KPK tak lebih dari pelemahan KPK.

Koordinator Aliansi Mahasiswa Antikorupsi Yogyakarta, Kuncoro Jati mengatakan, pihaknya menuntut DPR menghentikan proses revisi UU KPK. Pihaknya menilai, DPR harus mempertimbangkan berbagai reaksi penolakan dari mahasiswa maupun masyarakat sipil.

"Penolakan ini harus dijadikan pertimbangan dalam proses yang mereka lakukan selama sosialisasi rencana revisi UU KPK," ujar Kuncoro di Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, Rabu 22 Maret 2017.

Walaupun ada aksi penolakan, acara sosialisasi yang dilakukan Badan Keahlian DPR dengan penanggap para akademisi Fakultas Hukum UGM tetap berlangsung.

Sementara itu, Inosentius Samsul mengaku kedatangannya ke UGM bertujuan untuk menjaring aspirasi soal rencana revisi UU KPK. Sehingga nantinya DPR yang akan mengambil keputusan terkait rencana tersebut.

"Penolakan ini akan kami sampaikan ke DPR. Saya kira itu akan sampai ke DPR," ujar Inosentius.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM Eddy OS Hiariej menjelaskan, DPR seharusnya menyempurkan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dahulu sebelum berpikir merevisi UU KPK.

Menurut dia, penyempurnaan UU Tipikor yang bersifat materil harus didahulukan daripada revisi UU KPK yang lebih bersifat formil. Jika rencana itu dilanjutkan, maka pola pikir para anggota DPR dinilaninya sudah terbalik.

"Pola berpikir DPR ini terbalik, formilnya dibahas dulu, sementara materilnya tidak diapa-apakan," kata Eddy.

Dia menjelaskan, penyempurnaan UU Tipikor ini untuk menyesuaikan dengan aturan organisasi antikorupsi dunia atau The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Sebab, banyak instrumen penanganan tipikor di Indonesia yang tidak sesuai dengan UNCAC.

"Saya kira, sepulang dari Universitas Gadjah Mada, segeralah menghentikan niat untuk merevisi UU KPK," tegas Eddy.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya