Liputan6.com, Jakarta Tak seperti gadis belia lain seusianya, Sari Rezita Ariyanti asal Dusun Dayah Kleng, Kab. Pidie Jaya, Aceh, ini memiliki tubuh seperti balita. Lahir pada 16 Oktober 1993, Sari memiliki berat badan sekitar 20 kg dengan tinggi hanya 87 cm.
(Berita ini kembali dipublikasikan oleh liputan6.com karena ada koreksi foto. Foto sebelumnya yang dipakai adalah milik Jefri Tarigan (Barcroft Media). Publikasi ulang ini sebagai bentuk koreksi foto).
Advertisement
Sari pun sulit berjalan dan cenderung menggunakan kursi roda saat pergi k emana pun. Ia juga kesulitan bicara dan melafalkan kata-kata mudah.
Ibunya bahkan tidak menyadari putrinya menderita kondisi langka sampai anaknya berusia dua tahun. Karena didiagnosis terlambat, ia jadi sulit diobati. Ia merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Ia tinggal bersama ibu dan adiknya.
"Ketika dia masih kecil, dia anak yang cantik dan tak tampak ada keanehan. Hingga dua tahun, ia masih belum bisa melakukan apa-apa, termasuk jalan dan bicara. Saya merasa sedih," kata ibunya, Suryani H. Suud, seperti dikutip Boldsky.
Meski memiliki segala keterbatasan, kata Suryani, Sari memiliki saudara-saudara yang tetap mencintai dan merawatnya. "Kalau ada orang lain yang menatapnya, biasanya mereka bertanya, kenapa dia sangat pendek? Saya pernah membawanya ke pasar, orang lain bertanya kenapa dia begitu berbeda."
Suryani mengakui, kala itu hidupnya masih sulit. Ia hanya memiliki sedikit uang dan tidak bisa ke dokter. Selain itu, menurut dokter, ia hanya kekurangan hormon dan mereka tidak tahu persis apa yang terjadi.
Tim medis di Rumah Sakit Ibnu Sina di Sigli mendiagnosis Sari dengan gangguan pertumbuhan hormonal dan Turner Syndrome, kelainan genetik yang mempengaruhi satu dari 2.000 bayi di dunia, dan hanya terjadi pada anak perempuan.
Dampak buruk kondisi ini seperti pertumbuhannya terhambat dan organ reproduksi jadi lambat berkembang. Meskipun tidak ada obat, sebenarnya jika diobati sejak dini, memungkinkan penderita bisa menjalani hidup relatif normal.
Tragisnya, sistem jaminan kesehatan baru ada beberapa tahun belakangan ini di Indonesia. Dan dokter melihat kondisinya sudah terlampau terlambat karena ia telah remaja.
Dokter Suriadi Umar, Sp. A pada laman Daily Mail beberapa waktu lalu di Rumah Sakit Ibnu Sina, mengatakan, kelainan hormonal Sari mempengaruhi sel saraf, sehingga pertumbuhannya lebih lambat.
"Karena kita melihatnya saat dia sudah remaja, otot-ototnya tidak lagi merespons dengan cepat. Seandainya kami melihatnya pada usia enam bulan, kita masih bisa menjaga kondisinya," ujar Suriadi.
Saat ini Sari perlahan-lahan bergerak melalui pengobatan dan fisioterapi. Ia menerima fisioterapi seminggu sekali dan masih terikat di kursi roda meskipun ibunya berharap bahwa suatu hari anak perempuan itu bisa berjalan.
"Dokter mengatakan hal itu (berjalan) bisa terjadi satu hari nanti jika dia memiliki terapi yang tepat," tutur Suryani, seperti dikutip Boldsky, Kamis (11/2/2017).