Liputan6.com, Jakarta Film Bid'ah Cinta yang mulai ditayangkan sejak 16 Maret mendatang, terus menuai apresiasi dari berbagai kalangan. Salah satu pujian, datang dari Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam PBNU), Rumadi Ahmad.
Dalam perbincangan telepon dengan Liputan6.com pada Kamis (23/3/2017), Rumadi menilai Bid'ah Cinta berhasil secara baik mengangkat satu persoalan yang sebenarnya saat ini sedang sensitif, yaitu soal keberagaman dalam beragama.
Baca Juga
Advertisement
"Menurut saya bagus karena sutradara berani mengambil satu tema yang dihindari para sineas. Selain itu konflik dalam film ini juga diangkat dengan cara yang elegan," ujar Rumadi.
Rumadi memuji pendekatan sutradara Nurman Hakim yang masuk ke tema yang terbilang serius ini, lewat topik yang familiar bagi banyak orang, yakni soal percintaan antara Khalida (Ayushita) dan Kamal (Dimas Aditya).
Ia menambahkan, Bid'ah Cinta juga bisa menjadi satu pembelajaran penting bagi masyarakat, mengenai keberagaman dalam beragama. "Isu yang diangkat ini adalah isu yang riil dan benar-benar terjadi, sehingga bisa menjadi cermin bagi masyarakat yang tengah mengalami hal yang sama," tutur Rumadi.
Idealnya, film bernafaskan Islam seperti Bid'ah Cinta memang sebaiknya terus bermunculan. Namun, Rumadi menyebutkan ada satu catatan penting dalam produksi film seperti ini, yaitu prinsip kehati-hatian.
"Perlu kehati-hatian untuk mengemas tokoh-tokoh dan dialog dalam film seperti ini. Bila tidak, justru bakal menimbulkan persoalan," ujar Rumadi. Karena itu, ia menilai bahwa selain kemampuan membuat film, diperlukan pengetahuan dalam membaca psikologi massa untuk membuat film seperti ini.
Bid'ah Cinta sendiri bercerita tentang Khalida (Ayushita), seorang gadis dari keluarga islami yang memiliki hubungan spesial dengan Kamal (Dimas Aditya). Sayangnya, Kamal dianggap oleh keluarga Khalida sebagai seorang ekstremis.
Sebaliknya, keluarga Kamal menganggap Khalida dan orangtuanya tak menjalankan agama Islam sesuai syariat. Di tengah pertentangan ini, muncul Hasan (Ibnu Jamil), yang dianggap keluarga Khalida sebagai lelaki yang lebih pantas untuk gadis ini karena dianggap 'sealiran'.