Liputan6.com, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menargetkan kenaikan dana kelolaan menembus Rp 300 triliun di akhir 2017. BPJS Ketenagakerjaan berencana memutar uang yang dikumpulkan dari para pekerja ini untuk membiayai proyek infrastruktur pemerintah.
"Dana kelolaan kami sampai Februari ini Rp 262 triliun dengan total peserta 22,6 juta orang. Targetnya sampai akhir tahun Rp 296 triliun atau mendekati Rp 300 triliun," jelas Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (23/3/2017).
Baca Juga
Advertisement
Dia menyebut, dari dana kelolaan sebesar Rp 262 triliun, sebanyak 52 persen diinvestasikan pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) sesuai ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Sementara 22 persen atau sebesar Rp 58 triliun terserap instrumen surat berharga khusus infrastruktur, seperti obligasi, saham, dan lainnya.
"Yang investasi di infrastruktur langsung masih kecil 1 persen dari total dana kelolaan. Jadi kita mau tingkatkan investasi di proyek infrastruktur pemerintah. Tapi kita belum bisa sampaikan apa proyeknya," tegas Agus.
Manfaat
BPJS Ketenagakerjaan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 5 triliun untuk penyediaan fasilitas pembiayaan sebanyak 25 ribu unit rumah melalui PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Pemberian kredit pemilikan rumah (KPR), pinjaman uang muka dan renovasi rumah ini menyasar para peserta BPJS Ketenagakerjaan dengan bunga 7,75 persen per tahun.
"Kami menargetkan fasilitas pinjaman untuk 25 ribu rumah dengan lokasi di seluruh Indonesia. Nanti kita akan evaluasi sesuai animo peserta," kata Agus.
Dengan target tersebut, Agus mengakui, BPJS Ketenagakerjaan menganggarkan dana sekitar Rp 5 triliun pada tahun ini. Dana ini murni berasal dari dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan yang sudah mencapai Rp 262 triliun sampai dengan posisi Februari 2017.
"Dana Rp 5 triliun dari BPJS, kita punya dana kelolaan sebesar Rp 262 triliun per Februari 2017. Nantinya akan dilakukan evaluasi kembali anggaran ini di Juni 2017. Apakah dananya cukup besar atau tidak," jelas Agus. (Fik/Gdn)