Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan survei Indo Barometer, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo atau Jokowi selama 2,5 tahun memimpin 66,4 persen. Hanya 32 persen menyatakan belum puas dengan kinerja pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, politikus PDI Perjuangan Maruarar Sirait menyatakan, Jokowi bukan boneka partai sebagaimana yang disebutkan dalam survei. Ia mengatakan, Jokowi lebih pantas disebut boneka rakyat karena taat pada konstituen dan konstitusi.
Advertisement
"Pak Jokowi dibebaskan menjalin hubungan dengan siapa saja dan negara mana pun tanpa terikat pada satu negara tertentu. Tidak ada kekuatan dominan. Keseimbangan tetap terjaga. Pak Jokowi hanya taat pada konstitusi dan konstituen," kata Maruarar di Jakarta, Kamis, 23 Maret 2017.
Anggota Komisi XI DPR ini menjelaskan, mulai dari Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sampai Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), orang nomor satu di TNI selalu dipilih secara bergiliran di antara matra yang ada. Pada saat SBY, Panglima TNI adalah Jenderal Moeldoko dari TNI AD. Sesuai tradisi, maka Panglima TNI selanjutnya adalah dari matra AU.
Namun menurut dia, Presiden Jokowi tidak menginginkan hal itu. Jokowi lebih memilih berdasarkan kapasitas dan memilih Gatot Nurmantyo yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dari TNI AD.
"Pak Gatot bagus kepercayaan publiknya. Kalau Pak Jokowi salah pilih, kepercayaan publik enggak akan setinggi ini," ucap dia.
Selanjutnya, kata Maruarar, dalam memilih Kapolri, Presiden Jokowi juga tidak melihat berdasarkan senioritas angkatan dan memilih berdasarkan dengan kapasitas. Jokowi memilih Tito Karnavian.
"Pada saat itu Tito dibilang sukses menjadi Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror, Kapolda Papua, dan Kapolda Metro Jaya," kata Maruarar menjelaskan perihal kebijakan Presiden Jokowi.