Konflik Keraton Solo Panas, Dewan Adat Tolak Tinggalkan Kasunanan

Ada 17 nama kerabat Keraton Solo yang diminta meninggalkan Kasunanan, tetapi permintaan itu ditolak.

oleh Fajar Abrori diperbarui 24 Mar 2017, 17:51 WIB
Konflik Keraton Solo masih panas (Liputan6.com / Fajar Abrori)

Liputan6.com, Solo - Surat permintaan pengosongan Keraton Surakarta dari tim lima atau Satgas Panca Narendra bentukan Raja Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi kepada sejumlah kerabatnya tak diindahkan hingga batas waktu yang ditentukan pada Kamis sore, 23 Maret 2017, pukul 17.00 WIB.

Berdasarkan surat dari Satgas Panca Narendra Karaton Surakarta Hadiningrat itu ditujukan kepada 17 kerabat keraton, di antaranya Ketua Dewan Lembaga Adat GRAy Koes Murtiyah, Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Keraton Surakarta KPH Eddy Wirabhumi, salah satu putri PB XIII Hangabehi yang bernama GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani dan lainnya‎.

Dalam surat itu berisi imbauan dan perintah pengosongan secara fisik tanah dan bangunan Keraton Kasunanan Surakarta. Pengosongan dilakukan dengan meminta kepada 17 kerabat yang dimaksud untuk segera meninggalkan keraton.

Meski demikian, para kerabat yang diminta untuk meninggalkan keraton justru pada Kamis sore melaksanakan kegiatan doa bersama serta tahlil. Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah kerabat yang namanya diminta untuk meninggalkan keraton, di antaranya KPH Eddy Wirabhumi, GRAy Koes Murtiyah, GKR Timoer Rumbai Kusumadewayani dan lainnya.

Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Keraton Surakarta, KPH Eddy Wirabhumi mengatakan bahwa pihaknya menggelar doa bersama, tahlil dan zikir bersama. Kegiatan tersebut dilakukan setiap malam Jumat di keraton.

"Ini sudah berlangsung sejak 10 tahun lalu. Kebetulan waktunya yang biasanya malam dimajukan sore hari," kata dia di Sasana Sewoko, Keraton Surakarta, Kamis petang, 23 Maret 2017.

Dia menegaskan kegiatan doa bersama ini digelar untuk mendoakan bagi sinuhun dan kerabat lainnya untuk bisa mendapatkan hidayah. Doa bersama ini diikuti oleh perwakilan para sentana dalem yang merupakan kerabat dari keturunan Raja PB II hingga PB XIII.

"Ya mendoakan bagi saudara-saudara kita yang sedang khilaf, lupa dan apapun namanya mudah-mudahan mendapatkan hidayah," ujar Eddy Wirabhumi.


Mengapa Tak Mau Tinggalkan Keraton?

Konflik Keraton Solo masih panas (Liputan6.com / Fajar Abrori)

Terkait adanya surat yang meminta dirinya dan kerabat lainnya untuk meninggalkan keraton, ia menjelaskan bahwa yang dijadikan dasar untuk pengusiran dari pihak tim lima atau Satgas Panca Narendra adalah Kepres Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta.

Padahal, Kepres itu sejak 1988, undang-undangnya sebagai sumber hukum sudah empat kali mengalami amandemen sehingga banyak bertentangan dengan undang-undang.

"Kalau mau masuk ke Kepres nomor 23 tahun 88 Pasal 1, tanah dan bangunan keraton milik Kasunanan Surakarta. Siapa itu kasusnanan merupakan representasi dari keturunan raja PB II hingga PB XIII. Nah, mereka yang mau disuruh pergi itu justru keturunan dari PB II hingga PB XIII yang salah satunya adalah putri sinuhun (GKR Timoer Rumbai)," tutur Wirabhumi.

Alhasil, kata Wirabhumi, perintah yang dijadikan untuk pengusiran sejumlah kerabat dari dalam keraton dengan jelas bertentangan dengan kepres itu sendiri. Bahkan jika melihat lebih jauh dalam ketentuan Pasal 2 dalam Kepres tersebut bertentangan dengan Pasal 1 karena sangat jelas menjelaskan bahwa tanah dan bangunan miliknya kasunanan.

"Jadi tanah dan bangunan itu bukan milik susuhan (sinuhun Raja PB XIII Hangabehi) tapi miliknya kasunanan. Kasunanan itu ya trah itu. Mosok yang disuruh pergi dari keraton dalam surat himbauan tim lima itu justru pemiliknya sendiri, lha gimana itu,"' ujar dia.

Selain itu, dia menambahkan secara angger-angger atau peraturan keraton dijelaskan kalau janda itu justru menjadi kewajiban keraton untuk dipelihara atau tinggal di dalam keraton sampau yang bersangkutan meninggal. Dalam surat perintah pengosongan itu, tercatat ada ada lima nama janda yang ikut diminta untuk keluar dari keraton.

"Kalau bicara angger-angger malah perintah pengosongan itu melanggar angger, juga kepres itu sendiri. Bahkan, salah satu nama yang disuruh keluar dari keraton itu adalah putri sinuhun GKR Timoer Rumbai yang statusnya janda," ucap dia.

Dia menjelaskan, nama-nama yang disebut oleh tim lima untuk diminta keluar keraton adalah para pengageng dan wakil pengageng keraton yang bertugas menjalankan tugas dan kewajibannya di lembaga Dewan Adat Keraton. Kedudukan mereka itu sudah diperkuat dengan lembaga Dewan Adat dan dalam Yayasan Keraton Surakarta.

"Dua lembaga itu sudag mendapatkan status badan hukum resmi negara Indonesia dari Kementerian Hukum dan HAM dan sudah mendapatkan penetapan dari pengadilan sebagai pengelola keraton Surakarta," jelas Wirabhumi.

Dengan status tersebut, pihaknya bersama dengan kerabat keraton lainnya yang duduk di lembaga tersebut tidak akan keluar dari keraton. "Dasarnya kan undang-undang, artinya perintah pengusiran tadi itu bertentangan dengan undang-undang, kepres dan angger-angger keraton," ucap Wirabhumi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya