Mengintip Angkot Jakarta Tempo Dulu yang Musnah Tergerus Zaman

Dari tahun ke tahun, angkot Jakarta terus berkembang. Dari jadul hingga modern. Lantas bagaimana model angkot Jakarta tempo dulu?

oleh Muhammad Ali diperbarui 25 Mar 2017, 07:32 WIB
Sejumlah alat berat terlihat di proyek pembangunan underpass atau terowongan Mampang Prapatan-Kuningan, Jakarta, Jumat (24/3). Proyek itu merupakan bagian dari enam pembangunan simpang tak sebidang yang dikerjakan Pemprov DKI. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Jakarta yang kini berusia 489 tahun telah menjadi kota yang terus berkembang. Infrastruktur di sejumlah wilayah dikebut untuk mendukung aktivitas Ibukota yang tak pernah mati.

Tak hanya itu, untuk memanjakan warga, Jakarta terus berupaya menyediakan moda transportasi umum yang manusiawi. Segala upaya disiapkan agar angkutan kota (angkot) Jakarta itu terasa nyaman, aman, dan tentunya terjangkau bagi warga.

Tengok saja kehadiran bus Transjakarta. Bus yang mengaspal sejak era Gubernur Sutiyoso ini menjadi tranportasi primadona warga Jakarta. Bahkan setiap tahun, armada bus tersebut terus bertambah demi memberikan pelayanan yang lebih baik lagi.

Selain itu, pemerintah juga saat ini tengah menggenjot pengerjaan proyek Light Rail Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT). Moda tranportasi tersebut tentu akan dapat memberi warna khusus di tengah gemerlapnya Ibu Kota.

Di balik perkembangan itu, Jakarta ternyata menyimpan sejarah tentang transportasi jadul yang sempat melayani warganya wara wiri ke tempat tujuan. Seiring perkembangan waktu, jenis transportasi itu pun punah ditelan zaman.

Bagaimana bentuk angkot Jakarta tersebut? Berikut ulasannya yang dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber:


Helicak

Helicak menjadi kendaraan yang sempat menjadi idola warga Jakarta pada tahun sekitar 1970. Nama helicak berasal dari gabungan kata helikopter dan becak, karena bentuknya memang mirip dengan helikopter dan becak.

Helicak pertama kali diluncurkan pada 24 Maret 1971. Mesin dan bodi utama kendaraan ini adalah skuter Lambretta yang didatangkan dari Italia. Kendaraan ini pertama kali dicetuskan pada masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin sebagai pengganti becak yang dianggap tidak manusiawi.

Seperti halnya becak, pengemudi helicak duduk di belakang, sementara penumpangnya duduk di depan dalam sebuah kabin dengan kerangka besi dan dinding dari serat kaca sehingga terlindung dari panas, hujan ataupun debu. Sementara pengemudinya tidak.

Sebagian orang menilai kendaraan ini tidak aman bagi penumpang, karena bila terjadi tabrakan, si penumpanglah yang pertama kali akan merasakan akibatnya.

Umur helicak ternyata tidak panjang. Kebijakan pemerintah DKI Jakarta dalam menyediakan angkutan rakyat yang tidak konsisten menyebabkan helicak yang jumlahnya 400 buah pada saat pertama kali diluncurkan, tidak dikembangkan lebih lanjut. Akibatnya helicak itu pelan-pelan menghilang dan kini raib dari jalan-jalan di Ibu Kota.


Oplet

Oplet si Doel anak sekolahan ikut pawai Pilkada Banten 2017 (Liputan6.com/ Yandhi Deslatama)

Kendaraan berikutnya yang sempat berfungsi sebagai angkot adalah oplet. Era 1960-an dan 1970-an, jenis angkot ini paling populer di Jakarta. Ini lantaran jumlah bus masih jarang.

Saat itu, oplet melayani trayek Jatinegara – Kota. Jalan yang dilalui Stasiun Jatinegara, Matraman Raya, Salemba Raya, Senen, Pasar Baru terus memutar di Harmoni. Selain trayek Jatinegara-Kota, oplet juga melayani warga dengan tujuan Kampung Melayu–Tanah Abang, Kota–Tanjung Priok, dan Tanah Abang–Kebayoran Lama.

Ada yang menyebut asal mula nama oplet berasal dari Chevrolet atau Opel. Namun juga ada yang bilang dari auto let. Kebanyakan oplet bermerk Morris dan Austin. Di kalangan masyarakat awam, oplet disebut juga ostin (dari merk Austin).

Dilihat dari sisi fisiknya, oplet memiliki satu pintu di bagian belakang. Pintu itu menjadi tempat masuk dan keluar penumpang. Di bagian depan juga ada pintu, yakni di bagian kanan dan kiri. Satu penumpang boleh duduk di samping sopir dengan 10 orang penumpang.

Uniknya, hampir seluruh badan oplet terbuat dari kayu. Begitu pun jendela. Untuk menutup dan membuka jendela, penumpang tinggal mengangkat atau menurunkannya.

Jendela tidak terbuat dari kaca atau plastik, tetapi dari kayu dan semacam kulit sehingga tidak transparan. Tangki bensin ada di bagian dalam, persis di antara kaki-kaki penumpang.

Oplet memiliki lampu sen sangat unik, berada di luar sisi kanan dan kiri. Kalau akan berbelok ke kanan, maka tongkat kecil berwarna kuning jreng akan naik seperti portal. Begitu juga yang sebelah kiri. Klakson oplet terdapat di bagian luar bagian atas sopir. Memakainya harus dipencet karena terbuat dari karet. Setelah dipencet, akan bunyi teot..teot.

Namun menjelang 1980, keberadaan oplet digantikan oleh mikrolet, metro mini, dan KWK. Upacara pergantian yang digelar di pelataran Monas itu berlangsung mengharukan.


Bemo

Transportasi bemo di Tamansari, Jakarta Barat. (Liputan6.com/Muslim AR)

Bemo adalah singkatan dari "becak motor" dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga yang biasanya digunakan sebagai angkutan umum di Indonesia. Bemo mulai dipergunakan di Indonesia pada awal tahun 1962, pertama-tama di Jakarta dalam kaitannya dengan Ganefo.

Belakangan kehadiran bemo dimaksudkan untuk menggantikan becak. Namun rencana ini tidak berhasil karena kehadiran bemo tidak didukung oleh rencana yang matang.

Bemo tidak hanya hadir di Jakarta, melainkan juga di kota-kota lain seperti di Bogor, Bandung, Surabaya, Malang, Padang, Denpasar. Karena kendaraan ini sangat praktis dan mampu menjangkau jalan-jalan yang sempit, dan dapat melaju jauh lebih cepat daripada becak.

Bemo yang mulanya beroperasi seperti taksi, belakangan dibatasi daerah operasinya di rute-rute tertentu saja, dan akhirnya disingkirkan ke rute-rute kurus yang tak disentuh bus kota. Di Jakarta, bemo mulai disingkirkan pada 1971.

Di negara asalnya, Jepang, konon bemo tidak digunakan sebagai angkutan manusia melainkan sebagai angkutan barang. Akibatnya tempat duduk dengan kapasitas 8 orang pun sangat sempit. Penumpang di bagian belakang seringkali harus beradu lutut dan duduk berdesak-desakan.

Ketika pabriknya di Jepang, tempat asal bemo, tidak lagi memproduksi suku cadangnya, bemo di Indonesia masih mampu bertahan karena ternyata banyak bengkel yang mampu membuat suku cadang tiruannya.

Saat ini bemo sudah banyak dihapuskan dari program angkutan kota karena dianggap sudah terlalu tua, tidak aman lagi dan asapnya menyebabkan polusi. Namun di berbagai tempat, bemo masih mampu bertahan dan masih dicintai masyarakat.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya