Film Bid'ah Cinta Bisa Menjadi Inspirasi Keberagaman

Sobary mengungkapkan, dalam soal perbedaan pemahaman, NU dan Muhammadiyah bisa menjadi potret.

oleh Liputan6 diperbarui 26 Mar 2017, 17:37 WIB
Poster Film Bid'ah Cinta

Liputan6.com, Jakarta - Budayawan yang juga tokoh Muhammadiyah, Mohamad Sobary, mengapresiasi penayangan film Bid'ah Cinta yang disutradarai Nurman Hakim. Dia menilai, film ini bisa menjadi inspirasi untuk merawat keberagaman di Indonesia.

"Yang paling penting dari pesan yang ada di film ini, ketegangan kolektif yang melibatkan komunitas, bisa ditunda, tidak sekadar adanya pernikahan. Tetapi ada kesadaran bahwa ketegangan itu justru banyak mudaratnya. Jadi ada kesadaran apa yang menjadi wujud damai di langit harus diciptakan di bumi. Itu intinya," kata Sobary dalam sebuah diskusi usai nonton bareng film Bid'ah Cinta di kawasan Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Film Bid'ah Cinta menceritakan bagaimana cinta antara Khalida dan Kamal yang terbentur perbedaan pemahaman keagamaan. Kedua orang tuanya juga kemudian ikut terlibat dalam ketegangan tersebut, bahkan hingga merembet ke komunitas masyarakat.

Namun pada akhirnya, ada pemahaman dan suatu kesepakatan agar tidak menjadikan perbedaan itu tidak menjadi ketegangan dan mereka sepakat untuk saling menghormati.

Sobary mengungkapkan, dalam soal perbedaan pemahaman, NU dan Muhammadiyah bisa menjadi potret, betapa pun ada perbedaan tetapi sekarang sudah menunjukkan saling menghormati. Bahkan, ia melihat justru perbedaan antara Muhammadiyah dan NU didasari pemahaman cinta.

"Perbedaan itu didasari rasa cinta. Orang NU tidak ingin orang Muhammadiyah sesat, orang Muhammadiyah juga tidak ingin orang NU sesat. Jadi perbedaan itu dasarnya cinta," ungkap dia seperti dikutip dari Antara.

"Gambaran ini bagus untuk merawat kebersamaan di masyarakat. Karena ketegangan sekarang ini terjadi, bahkan soal orang mati dipolitisasi dengan ancamanan tidak disalatkan," imbuh Sobary.

Konflik di Daerah

Sementara itu, sutradara Bid'ah Cinta, Nurman Hakim mengatakan, dalam film yang dibuatnya ada harapan masyarakat yang menonton terinspirasi dalam menyikapi perbedaan agar tidak menjadi konflik.

"Ini terinspirasi dari adanya kekhawatiran di beberapa daerah, yang mempertentangkan soal faham keagamaan dan potensial menjadi konflik. Jadi penulisan film ini memang dilatarbelakangi kekhawatiran konflik yang dilatarbelakangi perbedaan paham," jelas Nurman.

Nonton bareng dan diskusi bertajuk "Kala Asmara Terbentur Paham Agama" itu diikuti seratusan orang dari berbagai komunitas dengan dipandu dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nanang Tahqiq.

Adapun pembicara dalam diskusi tersebut selain Sobary adalah Rumadi dari Lakpesdam NU, Fajar Riza Ulhaq dari Maarif Institute, dan Tsamara Amani sebagai perwakilan mahasiswa Universitas Paramadina.

Acara nonton bareng dan diskusi tersebut diselenggarakan oleh Nurcholish Madjid Society. Hadir juga dalam acara itu sutradara dan para pemain film Bid'ah Cinta.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya