Liputan6.com, Jakarta Saksi meringankan Juhri, S. Pd. I, SH, penilik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung, Provinsi Babel mengatakan isu agama dan suku sudah dipakai oleh lawan-lawan politik Basuki Tjahaja Purnama ketika dirinya mencalonkan diri sebagai Gubernur Provinsi Bangka Belitung tahun 2007.
Saat Basuki mencalonkan diri sebagai Gubernur Provinsi Bangka Blitung, posisi saksi sebagai Ketua Panwas Kabupaten Bangka Blitung. Dan saksi menyatakan bahwa isu SARA dipakai ketika Basuki mencalonkan diri sebagai Gubernur Provinsi Bangka Blitung.
Advertisement
“Saya menjumpai banyak selebaran di jalan jalan dan ada juga di masjid masjid, substansi selebaran berisikan surat Al-Maidah 51, surat An-Nisa, serta Al-Hujarat 13, yang menganjurkan tidak memilih pemimpin non Muslim,” ujar Juhri.
Juhri tidak heran jika sekarang Pilkada DKI Basuki Tjahaja Purnama kembali disudutkan habis habis mengenai agama dan sukunya. “Padahal menggunakan isu SARA untuk menyerang lawan politik jelas melanggar undang undang,” imbuh Juhri.
Menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum yang menanyakan apakah Gus Dur yang juga menggunakan isu SARA sebagai juru kampanye saat Basuki mencalonkan diri sebagai Gubernur, tidak melanggar undang undang?
Juhri dengan tegas membedakan antara menggunakan isu agama untuk pencerahan dan menyudutkan lawan politik. “Menggunakan isu agama untuk menyudutkan lawan politik itu yang melanggar. Sementara Gus Dur menggunakan isu agama untuk mencerahkan warga yang ketika itu hadir mengikuti kampanye monologis,” jelas Juhri.
Sidang ke 14 perkara penistaan agama yang mendakwa Basuki Tjahaja Purnama, yang digelar di auditorium Kementrian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan. Menghadirkan tiga orang saksi fakta meringankan. Juhri, mantan Panwas Bangka Blitung. Suyanto, mantan sopir, dan Fajrun, kawan kecil Basuki Tjahaja Purnama, dan satu saksi ahli dari Fakultas Hukum UGM Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH, M. Hum, Ahli hukum Pidana.
(*)