Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, fenomena hujan es di Jakarta terbilang alami, akibat siklus cuaca. Ada sejumlah gejala sebelum terjadinya hujan es di Jakarta.
Kabag Humas BMKG Hary Djatmiko mengatakan, indikasi sebelum terjadinya hujan es atau hujan lebat disertai kilat atau petir dan angin kencang, serta berdurasi singkat.
Advertisement
"Satu hari sebelumnya udara pada malam hari hingga pagi hari terasa panas dan gerah," ujar dia kepada Liputan6.com, Selasa (28/3/2017).
Menurut Hary, udara panas dan gerah diakibatkan adanya radiasi matahari yang cukup kuat, ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (> 4.5°C).
"(Serta) disertai dengan kelembaban yang cukup tinggi, ditunjukkan oleh nilai kelembaban udara di lapisan 700 mb (> 60%)," dia melanjutkan.
Gejala lain munculnya hujan es, Hary melanjutkan, mulai pukul 10.00 WIB terlihat tumbuh awan Cumulus atau awan putih berlapis-lapis. Di antara awan tersebut, ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol.
"Tahap berikutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu-abu atau hitam, yang dikenal dengan awan Cb (Cumulonimbus)," kata dia.
Tak hanya itu, kata Hary, pepohonan di wilayah hujan es juga terlihat dahan atau ranting bergoyang cepat. Terasa juga sentuhan udara dingin di sekitar wilayah tersebut.
"Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras tiba-tiba, apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari tempat kita," kata dia.
Gejala Puting Beliung
Jika satu hingga tiga hari berturut-turut tidak ada hujan pada musim transisi atau pancaroba, lanjut Hary, maka ada indikasi potensi hujan lebat yang pertama kali turun diikuti angin kencang, baik yang masuk kategori puting beliung maupun tidak.
"Sifat-sifat puting beliung atau angin kencang berdurasi singkat, sangat lokal, luasannya berkisar lima hingga 10 kilometer, waktunya singkat sekitar kurang dari 10 menit, lebih sering terjadi pada peralihan musim (pancaroba)," ujar dia.
Selain itu, Hary melanjutkan, gejala terjadinya puting beliung lebih sering terjadi pada siang atau sore hari, dan terkadang menjelang malam hari. Bergerak secara garis lurus dan tidak bisa diprediksi secara spesifik.
"Hanya bisa diprediksi 0,5 hingga 1 jam sebelum kejadian jika melihat atau merasakan tanda-tandanya dengan tingkat keakuratan kurang dari 50%," kata dia.
Gejala puting beliung juga berasal dari awan Cumulonimbus (Cb), bukan dari pergerakan angin Monsoon maupun pergerakan angin pada umumnya. Tetapi tidak semua awan Cb menimbulkan puting beliung.
"Kemungkinannya kecil untuk terjadi kembali (puting beliung) di tempat yang sama," Hary menambahkan.