Liputan6.com, Jakarta - Kejahatan yang menargetkan nasabah perbankan, makin marak di seluruh dunia. Salah satu caranya adalah mencuri data nasabah smartphone yang terinfeksi malware. Malware bisa mengambil data bahkan memodifikasi proses finansial di smartphone, entah itu melalui SMS banking, mobile banking, ataupun internet banking.
Potensi malware menyerang smartphone bertambah besar di tanah air karena peredaran smartphone, terutama yang bersistem operasi Android, yang didistribusikan melalui pasar gelap alias black market. Sejumlah smartphones tidak bisa masuk ke pasar tanah air secara legal dan sesuai prosedur karena terbentur regulasi TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang ditetapkan pemerintah.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha menilai smartphone di pasar gelap sangat membahayakan konsumen, meski dijual dengan harga relatif lebih murah, utamanya terkait keamanan pada sistem operasinya yang punya kemungkinan telah dimodifikasi pihak ketiga.
Baca Juga
Advertisement
“Kita tahu bersama Android ini sistem terbuka. Jadi siapa pun sebenarnya bisa memodifikasi sistem operasi bawaan dengan berbagai macam tujuan. Bila ada malware yang disisipkan, ini sangat berbahaya, karena jelas akan merugikan konsumen tanah air,” ujar Pratama kepada Tekno Liputan6.com.
Ia menambahkan, smartphone di pasar gelap terutama yang berjalan di sistem operasi Android, seharusnya menggunakan Stock ROM, bukan ROM dari distributor atau pihak ketiga lainnya.
Stock ROM merupakan ROM resmi bawaan dari produsen, sehingga bisa dibilang aman, sedangkan ROM dari distributor, atau disebut pula ROM abal-abal, biasanya tidak stabil dan sering dituduh memuat malware tertentu untuk kepentingan iklan.
“Smartphone di pasar gelap ini kalo kita lihat di pasaran banyak juga memakai ROM abal-abal. Jelas ini memperbesar kemungkinan data kita dicuri. Apalagi bila kita melakukan transaksi keuangan lewat smartphone, besar kemungkinan data diambil dan proses transaksi diubah,” tegas pria yang saat ini menjabat sebagai chairman di lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) tersebut.
Malware ini juga mengakibatkan spam iklan dan membuat baterai dan penggunaan data lebih boros. Namun menurut Pratama, hal yang paling berbahaya adalah malware tersebut bisa mengumpulkan data pengguna, terutama aktivitas perbankan yang menggunakan SMS dan internet banking.
“Sebaiknya pemerintah tegas, karena selain membahayakan masyarakat Indonesia sebagai konsumen, smartphone BM ini juga membuat negara kehilangan pajak cukup besar,” jelas pria yang pernah menjadi pejabat Lembaga Sandi Negara itu.
Pria asal Cepu Jawa Tenah ini menilai penggunaan smartphone yang berasal dari pasar gelap dalam jumlah besar, bisa ikut meningkatkan jumlah fraud (penipuan) dalam transaksi perbankan. Meski saat ini frekuensinya masih sangat kecil, menurutnya, pemerintah sebaiknya mulai memberikan perhatian lebih serius.
(Why/Ysl)