Liputan6.com, Bekasi - Anak dan menantu, Yani Suryani dan suaminya, Handoyo Adianto, yang menggugat ibu kandungnya, Siti Rokayah, secara perdata angkat bicara. Nilai gugatan mencapai Rp 1,8 miliar.
Mereka mengaku gugatan adalah salah satu solusi dari berbagai alternatif yang ditawarkan. Bahkan, mereka menyebutnya "Paket Sayang Siti Rokayah".
Advertisement
Paket yang dimaksud adalah Rokayah segera menjual rumah yang ditempati. Keuntungan penjualan rumah itu nantinya dibagi dua dengan Yani Suryani.
Uang hasil penjualan dari rumah itu, kata Handoyo, nantinya akan digunakan juga untuk membantu kesehatan Siti Rokayah dan keperluan di hari tua sang ibu.
"Kami dalam mediasi, tanggal 6 Januari 2017, sudah menawarkan paket. Paketnya kami namakan 'Paket Sayang Siti Rohayah'. Ini dengan hati, kami kerjakan tiga hari tiga malam dengan perasaan dan kalkulasi," ujar Handoyo ditemui di kediamannya, Perumahan Harapan Indah, Bekasi, Selasa, 28 Maret 2017.
Inti dari tawaran paket tersebut adalah mengingatkan Rokayah pada satu janjinya: bila rumahnya berhasil ditebus, sertifikat akan dibaliknamakan ke Yani.
"Sehingga Ibu Yani dapat menjaminkan kembali. Jadi ini modalnya tidak ada yang tertahan," Handoyo menjelaskan.
Handoyo menambahkan, ia tidak pernah melakukan tekanan dan ancaman terhadap Yani Suryani untuk menggugat ibu dan kakak iparnya.
"Banyak kasus besar yang harus kita jalani dalam hidup ini. Badai-badai rumah tangga kan banyak. Percobaan percobaan hidup banyak. Masak karena kasus kecil begini saya harus menceraikan? Tah kan, Bu. Sayang sama ibu," ucap Handoyo sembari merangkul istrinya, Yani.
Di tempat sama, Yani berharap solusi tersebut dapat menyelesaikan persoalan dan kembali dapat bersilaturahmi dengan ibunya. Bahkan, dia sudah menyiapkan rencana jalan-jalan bila ada keuntungan dari penjualan rumah tersebut.
"Kalau ini clear, Insyaallah, silaturahmi tetap jalan. Dari uang itu, buat kesehatannya juga dan kalau masih muat kita pakai jalan-jalan sama ibu," ucap Yani.
Kabar gugatan anak kepada ibu kandung di Garut sampai ke telinga Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Kepala daerah yang identik dengan pakaian Sunda ini mengunjungi Rokayah di kediamannya di Garut.
"Kami berharap Kang Dedi bisa mengupayakan islah," kata Asep Yana (53), menantu Mak Amih dari anak bungsunya, Leni Nuraeni. Ia menyatakan itu saat bertemu Dedi di kediaman keluarga Mak Amih di Kelurahan Muara Sanding, Kabupaten Garut, Sabtu, 25 Maret 2017 malam.
Bupati Dedi mengungkapkan alasan di balik ikhtiar dirinya membantu Ibu Rokayah. Atas kasus yang membelit perempuan 85 tahun itu, Ia menyebut teringat perjuangan Ibunya.
"Perjuangan seorang Ibu itu tidak akan pernah tergantikan," ujar Dedi.
Dedi menambahkan seandainya kasus tersebut terjadi di Purwakarta kemungkinan akan sangat mudah ditangani. Mengingat di daerahnya terdapat Program Ibu Asuh yang diberlakukan sejak 2015.
Awal Mula Utang
Adapun utang piutang tersebut terjadi pada 2001. Saat itu kakak kandung Yani, Asep Rohendi, mengajak Siti Rokayah, ibu kandungnya, untuk membuat pabrik dodol di kediaman mereka bersama di Jalan Raya Ciledug, No 196, Garut, Jawa Barat, pada 1997-1998.
Saat membangun pabrik itu, Siti Rokayah dan Asep menjaminkan sertifikat rumah tersebut ke pihak perbankan sebagai modal.
Namun, pada 2001, usaha yang dibangun Asep dan ibunya bangkrut. Singkat kata, Asep lalu meminjam uang kepada Handoyo dan Yani untuk menebus sertifikat yang digadai ke bank, sebesar Rp 40 juta.
"Ada penyerahan uang tunai yang tidak diakui oleh kakak kami. Apa mungkin dia sudah lupa, karena sudah 16 tahun? Yang pasti kami punya bukti-bukti itu," ujar Handoyo.
Lalu, dari mana nilai Rp 1,8 miliar itu muncul?
"Peristiwa itu kan sudah 16 tahun lebih. (Harga rumah Siti Rukayah) dahulu Rp 41.500 ribu, dikalikan 1,02. 1,02 persen itu didapat dari 100 persen ditambah 2 persen lalu dipangkatkan jadi 192," jelas Handoyo.
Ia melanjutkan, "Bisa dihitung sendiri berapa nilai itu. Dan nilai itu setara dengan perundangan nilai properti yang dijaminkan sekarang."