Liputan6.com, Tel Aviv - Perselisihan panjang antara Israel dan Lebanon soal perbatasan maritim di Laut Mediterania dinilai mencapai titik didih. Pasalnya, masing-masing pihak ingin mengamankan investasi energi bernilai miliaran dolar di kawasan kaya minyak dan gas tersebut.
Politisi Lebanon dikabarkan bereaksi marah atas RUU yang tengah digodok di parlemen Israel.
Advertisement
Melalui RUU itu, Israel dianggap berusaha membangun kedaulatan negaranya di wilayah sengketa.
Para pejabat Israel sendiri mengatakan, ingin menyelesaikan sengketa melalui dialog dan mediasi. Namun mereka akan menegaskan hak-hak negaranya setelah Lebanon memutuskan untuk mengadakan tender proyek eksplorasi dasar laut.
"Pemerintah Lebanon mengusulkan sejumlah lisensi yang juga termasuk wilayah sengketa. Sebelumnya, (wilayah itu) status quo di mana tidak ada yang melakukan apapun di area sengketa," ujar Menteri Energi Israel Yuval Steinitz kepada Financial Times seperti dilansir Russian Today, Rabu, (29/3/2017).
Israel mendesak PBB memastikan bahwa Lebanon menghormati hukum internasional berkaitan dengan blok maritim.
Menurut Steinitz, tujuan dari RUU daerah maritim yang tengah diproses di parlemen adalah untuk "mengidentifikasi dengan jelas daerah-daerah maritim yang berbeda-beda dan memberlakukan hukum Israel di sana, sesuai dengan hukum internasional".
Menteri Steinitz optimis bahwa sengketa perbatasan maritim akan selesai dalam waktu satu hingga dua tahun ke depan melalui dialog atau mediasi.
Meski demikian, Ketua Parlemen Lebanon Nabih Berri memperingatkan bahwa RUU Israel yang mengklaim area seluas 860 kilometer persegi tersebut merupakan "serangan baru terhadap kedaulatan Lebanon" dan "sebuah deklarasi perang".
"Jika (Israel) berlanjut dengan rencana ekspansionis melalui pemerintahan dan parlemennya, itu berarti percikan perang menjulang di cakrawala," tegas Berri.
Ditambahkannya, "Lebanon tidak akan diam saja dan berkompromi atas hak-hak rakyat kami terhadap sumber daya tersebut".
Lebanon disebut-sebut telah berjuang cukup keras untuk menarik minta prakualifikasi tender untuk eksplorasi minyak dan gas. Namun para ahli menilai, sengketa wilayah akan menjadi hambatan bagi calon investor.
"Ini cukup serius dan salah satu alasan kami tidak mengambil tawaran. Sudah cukup berisiko untuk melakukan pengeboran lepas pantai, kini kami harus terlibat sengketa wilayah antar dua negara yang berperang"," ujar seorang eksekutif di sebuah perusahaan energi.