Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, untuk menahan mantan anggota DPR RI Miryam S Haryani, saksi kasus e-KTP.
Miryam yang selalu berkelit dengan keterangannya di sidang lanjutan perkara korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP ini dianggap JPU KPK telah memberikan keterangan palsu.
Advertisement
"Kami meminta dilakukan penahanan kepada yang bersangkutan (Miryam), terkait (pasal) 174," pinta jaksa Irene Putrie kepada ketua majelis hakim John Halasan Butarbutar, Kamis (30/3/2017).
Mendengar permintaan jaksa Irene, hakim John lantas menyarankan agar Miryam tak ditahan lebih dulu. Setidaknya hingga sidang pemanggilan saksi-saksi perkara kasus e-KTP selesai.
"Nanti kalau memungkinkan saksi (Miryam) akan kita panggil lagi," kata hakim John.
Namun, hakim John mempersilakan kepada JPU KPK untuk mengusut pasal 174 yang diduga dilakukan oleh Miryam. "Tentunya kami persilakan jika saudara jaksa mau membuat proses hukum di luar perkara (e-KTP) ini, tentunya pasal 174 itu," kata hakim John.
Miryam merupakan salah satu saksi yang dihadirkan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan, Miryam disebut sebagai pihak yang membagi-bagikan uang bancakan. Miryam juga disebut menerima aliran dana sebesar USD 23 ribu.
Diketahui, dua mantan anak buah Gamawan Fauzi, yakni Irman dan Sugiharto, didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Irman merupakan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.
Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan kasus e-KTP disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun. KPK juga sudah menetapkan satu tersangka baru, Andi Agustinus alias Andi Narogong. Andi diduga sebagai "operator utama" bancakan proyek e-KTP.