Liputan6.com, Makassar - Sejumlah warga Makassar, Sulawesi Selatan, khususnya yang tinggal di bantaran Sungai Batua menggelar ritual adat melepas sesajen menyikapi seringnya buaya muncul. Apalagi, sungai tersebut diyakini masyarakat setempat sebagai bagian dari kekuasaan Kerajaan Karaeng Sinrijala atau Raja Buaya Putih.
"Buaya sudah hampir seminggu ini sering tampakkan diri di sungai dan kami yakini itu sebagai isyarat dari leluhur," ucap Daeng Umar (53), warga Jalan Batua, Kelurahan Batua, Kecamatan Panakukang, Makassar, kepada Liputan6.com, Kamis (30/3/2017).
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, ritual melepas sesajen yang terdiri dari setandan pisang raja, telur ayam, beras ketan putih beserta lilin dan bunga itu sebagai bentuk simbol menghargai buaya. Sang buaya diyakini sebagai pemilik kampung atau warga Makassar menyebutnya Patanna Parasangang.
"Sesajen itu semata sebagai penghargaan saja agar tak ada malapetaka yang terjadi dan leluhur memberkati," Umar menjelaskan.
Tradisi leluhur tersebut, imbuh dia, disebut warga dengan nama Appanaung Ri Jenne. Tradisi ini sudah lama tak pernah digelar, sehingga kembali perlahan dilestarikan.
"Sesajen itu ditaruh di dalam kotak yang terbuat dari bambu lalu diangkat, kemudian dilepas mengikuti arus sungai dengan diiringi barisan wanita berpakaian adat Baju Bodo dan tabuhan gendang tradisional yang disebut Ganrang Bulo," Umar menambahkan.
Setelah sesajen dilepas ke sungai, warga kemudian berdoa kepada Tuhan agar isyarat munculnya buaya di sungai secara tiba-tiba bukan sebagai pertanda datangnya marabahaya. Melainkan sebagai isyarat agar sungai tetap dijaga jangan sampai kotor dan membuat leluhur terusik.