Bom Mobil Meledak di Pakistan, 22 Orang Tewas

Sebuah bom mobil Taliban meledak di Parachinar, Pakistan. Korban mencapai 79 orang, 22 diantaranya tewas.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 31 Mar 2017, 18:21 WIB
Ilustrasi Foto Teroris (iStockphoto)

Liputan6.com, Islamabad - Sebuah bom mobil meledak di Parachinar, wilayah mayoritas syiah di Pakistan, Jumat waktu setempat. 

Sebanyak 79 orang menjadi korban dan 22 diantaranya tewas. Kelompok Taliban mengklaim sebagai otak serangan itu.

Saksi mata mendengar suara ledakan keras di sebuah pasar di Parachinar. Ledakan itu sontak membuat warga sipil panik.

"Aku dengar suara ledakan hebat diikuti suara letusan senjata, orang-orang berteriak, panik menutup pintu, takut akan ada serangan kedua," ujar seorang saksi kepada AFP seperti yang dilansir Daily Mail, Jumat, (31/3/2017). 

"Saat dirasa tenang, kami (warga Parachinar) keluar rumah. Korban berjatuhan di jalan-jalan", tambahnya.

Setidaknya 57 orang dilaporkan terluka, termasuk di antaranya perempuan dan anak-anak.

Otoritas setempat, Shahid Ali Khan, mengonfirmasi bahwa ledakan itu dipicu oleh sebuah bom mobil. 

Sebuah cabang faksi Taliban di Pakistan, Jamaat-ul-Ahrar (JuA) mengaku kepada AFP sebagai dalang serangan itu.

Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif, mengutuk kejadian itu. Ia menegaskan akan memberantas terorisme di Pakistan.

Namun, komunitas Syiah di Parachinar memprotes militer Pakistan yang dianggap gagal melaksanakan tugasnya dalam menjaga keamanan. Protes ini diikuti demonstrasi yang dilakukan komunitas Syiah di Parachinar.

"Teroris-teroris dari luar Pakistan berdatangan dan melancarkan serangan di sini. Wajar jika kami mempertanyakan kinerja mereka (militer Pakistan)," ujar Allama Raja Nasir Abbas, ketua komunitas syiah di Parachinar.

Pada protes itu, seorang saksi mata melaporkan adanya penembakan yang dilakukan oleh militer Pakistan kepada para demonstran saat aksi protes di Parachinar. Disinyalir timbul korban luka atas peristiwa itu.

Serangan di Parachinar ini menambah deretan situasi mencekam di Pakistan. Warga sipil terus meminta bantuan keamanan dan intervensi militer sebagai respon peristiwa itu. 

Pemerintah telah berupaya melakukan strategi kontra-terorisme untuk membendung masuknya kelompok teroris dari luar negeri ke Pakistan. Salah satu metode yang dilakukan adalah dengan menjaga ketat perbatasan Pakistan dengan Afghanistan.

Langkah politis juga turut dilakukan, yakni dengan membuat legislasi pengadilan khusus terorisme. Langkah ini dianggap kontroversial karena telah menggantung 12 orang dan menjatuhkan vonis hukuman kepada 149 orang warga Pakistan yang diduga terlibat terorisme. 

Namun, upaya-upaya tersebut belum dianggap efektif. Kelompok aktivis di Pakistan mengganggapnya sebagai 'strategi kontra-terorisme yang buruk'. 

Sepanjang Februari hingga Maret 2017 lalu, 130 orang terbunuh oleh serangan kelompok ekstrem militan, seperti yang terjadi di tempat peribadatan sufi di Provinsi Sindh yang membunuh 90 orang dan serangan di Lahore yang menewaskan 14 orang. 

 

 

 

 

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya