Liputan6.com, Brebes - Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) memberikan pernyataan sikap terkait kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh kapal Caledonian Sky di wilayah Kepulauan Raja Ampat, Papua beberapa waktu lalu.
KOBI adalah badan hukum resmi, dan diakui Dirjen Belmawa, Kemenristek Dikti sesuai surat No. 068/B/LL/2017 tanggal 1 Februari 2017, merupakan persatuan para Dekan/Wakil Dekan bidang Akademik/Ketua Program Studi/Sekretaris Jurusan, dan para pakar di bidang Biologi dan Pendidikan Biologi se Indonesia.
"Kami menyatakan bahwa ganti rugi yang diajukan kepada Noble Caledonian, operator kapal pesiar Caledonian Sky yang menyebabkan kerusakan terumbu karang di perairan sekitar Pulau Kri, Kepulauan Raja Ampat, sangat tidak memadai," ucap Ketua KOBI Budi Setiadi Daryono, beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Advertisement
Menurut pria yang juga Dekan Fakultas Biologi UGM Yogyakarta itu, terumbu karang merupakan mahluk hidup yang perkembangbiakannya sangat lambat.
Sementara, tingkat maupun luas kerusakan sebesar 13.533 m2 yang disebabkan kecerobohan kapal Caledonian Sky telah menghancurkan terumbu karang di Raja Ampat. Padahal, Raja Ampat merupakan wilayah yang sangat dilindungi menurut hukum nasional dan internasional.
Kepulauan Raja Ampat merupakan habitat dari 537 jenis karang yang menyumbang 75 persen jenis terumbu karang di dunia. Terumbu karang ini berperan penting dalam ekologis bagi habitat perairan, serta manfaatnya bagi manusia.
Kompensasi ganti rugi yang direkomendasikan dan diajukan pemerintah kepada Noble Caledonia selaku operator Caledonian Sky sebesar US$ 1,28 sampau US$ 1,92 juta merupakan jumlah yang jauh dari cukup untuk mengganti kerusakan ekosistem terumbu karang tersebut. Butuh dana lebih dari yang diajukan itu untuk memperbaiki semua area terumbu karang yang rusak.
Karena itu, Kobi pun mendesak pemerintah untuk segera menangani permasalahan ini dengan serius dan menetapkan kejadian tersebut sebagai salah satu tragedi ekologi maritim nasional.
"Kami merekomendasikan dan mendesak Pemerintah Republik Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk secara aktif melakukan pengawasan yang lebih intensif," kata Budi.
Adapun pengawasan yang dilakukan terhadap penanganan terumbu karang Raja Ampat yang rusak ini seperti segera membentuk tim adhoc yang beranggotakan ahli-ahli di bidang konservasi sumber daya alam hayati dari seluruh Indonesia akan mempermudah dan memfasilitasi upaya restorasi sebagaimana amanat PP No. 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
"Kejadian ini tidak hanya terkait dengan kedaulatan kemaritiman dan konservasi sumber daya hayati bangsa Indonesia, namun berharap kejadian ini dapat dijadikan pelajaran pahit yang tidak ternilai harganya bagi bangsa Indonesia, sehingga kejadian ini tidak diulangi di kemudian hari," kata dia memungkasi.