Liputan6.com, Jakarta - Di balik hiruk pikuk kota Jakarta, ternyata banyak menyimpan segudang cerita atau sejarah masa lalu. Seperti kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Konon, tempat ini memang sudah menjadi permukiman elite sejak zaman kolonial Belanda.
Kawasan Menteng yang berada di selatan Kota Batavia, kadang juga disebut sebagai Untung Jawa, lantaran terletak di sebelah utara Kampung Melayu.
Advertisement
Sebelum menjadi permukiman elite seperti yang dikenal sekarang ini, Menteng merupakan daerah yang kurang dikenal, bahkan dihuni binatang buas.
Semula daerah ini merupakan hutan yang ditumbuhi pohon Menteng (beccaurea racemosa). Pohon buah tersebut akhirnya dikaitkan oleh masyarakat untuk menyebut nama lokasi ini.
Namun, sejak lokasi tersebut dibuka untuk umum dan pengembangan Kota Batavia pada 1810, tempat tersebut mulai ramai. Kemudian sekitar 1912, Gubernur Jenderal Wilem Herman Daendels menjadikan tempat ini sebagai perumahan untuk pegawai pemerintah Hindia Belanda.
Menteng merupakan perumahan villa pertama di Batavia, yang dikembangkan antara 1910 dan 1918. Perancangnya adalah tim arsitek yang dipimpin PAJ Mooijen, arsitek asal Belanda yang merupakan anggota tim pengembang yang dibentuk pemerintah kota Batavia.
Dalam perkembangannya, Menteng terbagi menjadi beberapa nama lainnya. Sehingga terdapat kampung kecil di dalamnya seperti Menteng Atas, Menteng Dalam, dan Menteng Pulo.
Selain itu, daerah Guntur juga dikembangkan sebagai Niew-Menteng, dan pada akhirnya bersama kampung Menteng kecil lainnya masuk bagian Jakarta Selatan.
Kawasan Menteng tidak hanya bekas dari tanah partikelir atau tuan tanah dari Menteng, tetapi juga dari partikelir Gondangdia. Seperti kepemilikan tanah di Gondangdia pada 1969 dari Tuan A Hanking dan Nyonya A Meijer pada 1884.
Selanjutnya, oleh Pemerintah Belanda pembelian tanah pribadi tersebut digunakan untuk permukiman elite Weltevreden--sekarang kawasan Gambir hingga Lapangan Banteng. Namun, wilayah Menteng tersebut kini menjadi wilayah Jakarta Pusat.
Kota Taman
Rancangan awalnya memiliki kemiripan dengan model kota taman dari Ebenezer Howard, seorang arsitektur pembaharu asal Inggris. Bedanya, Menteng tidak dimaksudkan berdiri sendiri, namun terintegrasi dengan kawasan lainnya.
Thomas Karsten, seorang pakar tata lingkungan pada masanya menilai, Menteng memenuhi semua kebutuhan perumahan untuk kehidupan yang layak.
Proyek Menteng dinamakan Nieuw Gondangdia dan menempati lahan seluas 73 hektare. Pada 1890 kawasan ini dimiliki 3.562 pemilik tanah. Batas selatan kawasan ini Banjir Kanal Barat yang selesai dibangun 1919.
Rancangan Mooijen kemudian dimodifikasi FJ Kubatz dengan mengubah tata jalan dan penambahan taman-taman, hingga mencapai bentuk yang tetap antara 1920 dan 1930.
Sebagai kota taman, di kawasan ini banyak dijumpai taman-taman terbuka. Yang terbesar adalah Taman Suropati, yang terletak di antara Jalan Imam Bonjol dan Jalan Diponegoro.
Kemudian terdapat Taman Lawang yang terletak di Jalan Sumenep, Situ Lembang di Jalan Lembang, serta Taman Cut Meutia di Jalan Cut Meutia. Di kawasan ini dulu pernah berdiri Stadion Menteng, yang kini telah beralih fungsi menjadi Taman Menteng.
Saat pemerintahan Hindia Belanda, Taman Suropati menjadi lokasi pusat rileksasi oleh masyarakat Menteng. Bahkan dalam peradabannya, masyarakat lebih suka membangun rumah dengan kawasan perkebunan yang luas. Karena itu, kawasan ini menjadi tempat incaran para konglomerat dari masa ke masa.
"Menteng terlihat bersih itu sampai zaman Orde Lama, bahkan keanggunannya juga masih bertahan. Karena orang-orangnya memiliki peradaban yang bagus, rumah dengan kebun indah serta memelihara angsa," ujar Budayawan Betawi, Ridwan Saidi kepada Liputan6.com, baru-baru ini.
Selain itu, sebagai tempat rekreasi Menteng dibangunlah Danau Lembang atau sekarang lebih dikenal sebagai Situ Lembang. Bahkan, Pasar Kembang di Cikini merupakan bentuk kecintaan masyarakat Menteng akan keindahan bunga.
"Kalau sebagai kawasan elite memang sudah dari zaman Hindia Belanda, tetapi sekarang Menteng sudah berubah. Seharusnya rumah-rumah tersebut dilindungi sebagai salah satu ikon, tetapi sekarang tidak ada bedanya dengan daerah Pluit, Muara Karang, sudah tidak ada istimewanya," tutur Ridwan.
Taman Hingga Museum
Setelah kemerdekaan Indonesia, Menteng tetap menjadi kawasan elite di Jakarta. Banyak tokoh-tokoh penting dan konglomerat ternama tinggal di wilayah tersebut, termasuk tokoh proklamator Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta.
Tokoh lain yang berdomisili di kawasan ini adalah Soeharto, Mohammad Natsir, AH Nasution, Ali Sadikin, Rosihan Anwar, Subandrio, Kemal Idris, dan Soedarpo Sastrosatomo.
Menteng juga menjadi tempat tinggal masa kanak-kanak Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama. Dia pernah menuntut ilmu di sekolah-sekolah lokal yakni SDN Besuki dan SD Santo Fransiskus Assisi
Kawasan Menteng sekarang ini memang bisa dibilang masih seperti zaman Belanda, yang dihuni kaum elite seperti pejabat, politisi, pengusaha, hingga kalangan artis. Untuk kalangan pejabat sebut saja rumah dinas Wakil Presiden Jusuf Kalla, rumah dinas Gubernur DKI Jakarta, dan rumah kedutaan besar.
Kalangan politisi ada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Seokarnoputri, mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, mantan Wakil Ketua Umum Golkar Fadel Muhammad, pendiri Hanura Fuad Bawazier, Ketua Umum PPP Djan Farid, Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, dan politikus senior Golkar Theo L Sambuaga.
Kalangan pengusaha ada adik Soeharto yakni Probosutedjo, Siti Murdaya, Chairul Tanjung, hingga keluarga Cendana. Sedangkan, kalangan artis seperti Angel Lelga, Inneke Koesherawati, Titiek Puspa, Olla Ramlan, dan Nia Ramadhani.
Selain Situ Lembang, Menteng kini juga terdapat taman-taman baru di antaranya Taman Menteng, dan Taman Suropati. Taman-taman ini dibangun lebih megah, serta dilengkapi berbagai fasilitas umum seperti area parkir, toilet, bangku taman, dan sebagainya. Taman-taman tersebut tak pernah sepi dari pengunjung.
Di Taman Menteng banyak dilengkapi kursi taman untuk para pengunjung yang ingin duduk santai sambil menikmati keindahan taman.
Di taman ini selain menjadi tempat olah raga juga menjadi tempat rekreasi, sebab juga disediakan taman bermain anak-anak, dan tersedia tiga lapangan futsal outdoor dan satu lapangan bulu tangkis outdoor.
Taman Menteng juga menjadi pusat kuliner, khususnya pada malam hari. Banyak warga Jakarta menikmati malam di taman ini sambil mencicipi aneka makanan karena di sekitar taman ini banyak penjual gerobak, mulai dari nasi goreng, mie ayam, hingga tahu gejrot.
Taman ini tak pernah sepi, pagi hingga malam selalu ramai dikunjungi warga Jakarta. Biasanya Taman Menteng ini juga dijadikan tempat pertemuan para komunitas, seperti komunitas sepeda, skateboard, dan beberapa komunitas lainnya.
Di Menteng juga terdapat Taman Suropati yang tak jauh dari Taman Menteng. Taman ini lebih asri karena banyak pepohonan besar yang sangat rindang. Tempat ini juga tak kalah ramai dari Taman Menteng, selain dijadikan tempat olah raga juga menjadi pertamuan komunitas, seperti komunitas musik dan fotografi.
Namun, di Taman Suropati tidak seperti Taman Menteng yang menyediakan lapangan olah raga, tapi pengunjung dapat duduk santai di atas hamparan rumput hijau dan kesejukan udara di bawah pohon. Biasanya taman ini banyak dimanfaatkan para pengunjung untuk joging.
Di belakang Taman Suropati terdapat Masjid Agung Sunda Kelapa, yang bukan sekedar tujuan untuk salat tetapi juga untuk makan siang. Karena di masjid ini banyak penjual makanan kaki lima, bahkan tak jarang tempat ini menjadi tujuan wisata kuliner bagi para penggila makanan.
Tak jauh dari taman ini, persisnya di sebelah timur terdapat rumah dinas Wakil Presiden. Di sebelah utara taman ini juga berdiri rumah dinas Gubernur DKI Jakarta, yang merupakan bangunan lama. Sementara di bagian barat, terdapat kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Seokarno Putri. Di bagian selatan ada rumah kedutaan Amerika Serikat.
Selain kedua taman tersebut, ada juga Taman Situ Lembang yang berlokasi di Jalan Lembang. Taman ini juga tak pernah sepi dari pengunjung. Masyarakat sering memanfaatkan taman ini dengan danau buatan yang dihiasi air mancur dan bunga teratai, sebagai tempat memancing dan area bermain anak-anak.
Di Menteng juga terdapat sejumlah bangunan-bangunan bersejarah, mulai dari Museum Gedung Joang 45, Masjid Cut Mutia, Bataviasche Kunstkring atau Buddha Bar, Museum Jenderal AH Nasution, hingga Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Bahkan, Pemprov DKI baru-baru ini mencatat ada sekitar 1.200 rumah peninggalan kolonial. Sayangnya, rumah-rumah bersejarah itu hingga kini disebut-sebut tidak memiliki sertifikat sejak diambil alih dari Belanda. Karena itu, Pemprov berniat mengambilalih rumah-rumah tersebut.
Tak hanya itu, Menteng juga berdiri sejumlah hotel hingga tempat-tempat hiburan lainnya di antaranya Hotel Morrissey, Grand Hyatt, Jakarta Theater, Hoteln Mandarin, Hotel Nikko, Sarinah, Metropole Theater (Megaria Theater), Menara Thamrin, Tugu Proklamasi, Gereja St Theresia, Gereja Paulus, Taman Ismail Marzuki, dan Tugu Tani.
Advertisement