Liputan6.com, Malang - Menikmati manisnya cokelat sekaligus melestarikan budaya leluhur. Hal itu dapat diterapkan dengan cara membuat cokelat berbentuk karakter topeng Malangan.
Pasangan suami istri, Djoko Rendy dan Mari Carmela, warga Kelurahan Bumiayu, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur, adalah perajinnya.
Keduanya seniman replika topeng Malangan berbahan besi, kayu, sampai cor beton sejak 2008. Pada 2013, keduanya berinovasi ke cokelat sebagai media membuat topeng Malangan dan direspons positif oleh masyarakat. Bahkan, cokelatnya juga menembus Jerman.
"Ada warga Jerman yang tahu karya kami di sebuah pameran. Beberapa kali dia memesan cokelat ke saya. Tidak rutin, tapi sudah beberapa kali kirim ke Jerman," ujar Maria di Malang, Senin, 3 April 2017.
Baca Juga
Advertisement
Cokelat karakter Topeng Malangan ini komposisinya berupa cokelat, gula, susu dengan tambahan perasa seperti mint. Ukuran cokelat ini beragam, terkecil sekitar dua sentimeter sampai terbesar ukuran tinggi 30 cm dengan lebar 19 cm. Harganya bervariasi, paling kecil dijual Rp 5.000 sampai terbesar seharga Rp 250 ribu per biji.
"Tanpa bahan pengawet, selama tak kena panas cokelat ini bisa bertahan satu tahun dan aman dikonsumsi," tutur Maria.
Replika topeng Malangan bahan kayu, beton cor dan lainnya yang merupakan karya Maria dan Djoko tiap hari dipajang di Pusat Studi Ken Dedes Singosari.
Sementara, produk cokelat dikirim ke sejumlah toko oleh-oleh sampai hotel. Segmennya juga berbeda karena penyuka cokelat belum tentu suka memajang replika topeng permanen.
"Topeng Malangan berbahan cokelat ini menyasar remaja. Cokelat mengedukasi tentang tradisi. Kalau bosan bisa langsung dimakan," tutur Maria.
Seni Topeng Malangan dengan kisah Panji Asmorobangun ini memiliki 76 karakter. Sementara, cokelat Topeng Malangan hanya dipilih tujuh karakter saja, yakni Panji Asmorobangun, Dewi Sekartaji, Ragil Kuning, Patih, Gunung Sari, Bapang dan Kelono.
Proses pembuatannya paling lama butuh satu hari untuk ukuran besar. Sedangkan ukuran kecil, tiap hari diproduksi sebanyak 150 biji.
Djoko Rendy menambahkan, membuat cokelat Topeng Malangan lebih sulit dibanding replika berbahan besi atau tembaga, sebab butuh ketelitian. Utamanya pada detail ukirannya sampai komposisi warna.
"Kalau replika bahan tembaga sekali cetak pasti jadi. Kalau cokelat detailnya belum tentu sempurna, tetap butuh ditambal," Djoko membeberkan.
Cokelat ini bisa menjadi wahana edukasi bagi anak muda penyuka makanan manis. Melalui media cokelat ini, diharapkan anak muda turut memahami tradisi Topeng Malangan yang asli Malang, termasuk kisah Panji Asmorobangun yang menjadi karakter dalam topeng itu.