Peneliti LIPI Nilai Kasus Ahok Hanya Manuver Politik

Kepentingan politik terlihat saat ada perbedaan keterangan ahli agama yang dihadirkan JPU dan tim pengacara Ahok, meski berasal dari PBNU.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 04 Apr 2017, 06:35 WIB
Ahok dan Djarot kembali menggelar 'Kampanye Rakyat'pada putaran kedua Pilgub DKI Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Status terdakwa kasus penistaan agama diduga bagian dari strategi untuk menjegal Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Pilkada DKI 2017. Demikian disampaikan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir.

"Dalam persidangan Ahok saya melihat tidak didukung faktor keilmuan yang kuat. Ini sangat tampak hanya manuver-manuver politik," ujar dia pada diskusi yang digelar di Posko Pemenangan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, 3 April 2017.

Menurut Amin, kepentingan politik terlihat saat adanya perbedaan keterangan ahli agama yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dan tim pengacara Ahok, meski ahli agama yang dihadirkan sama-sama dari PBNU.

Diketahui, dua dari ahli yang dihadirkan JPU menyatakan Ahok bersalah. Sedangkan tiga ahli dari tim kuasa hukum terdakwa menyatakan Ahok tidak melakukan penistaan terhadap agama Islam.

"Ini menunjukkan betapa bahwa dalam kalangan ahli saja tidak adanya kesepakatan mengenai apa yang telah dilakukan Ahok. Jadi tidak ada konsensus sama sekali soal perkataan Ahok 'dibohongi pakai surat Al Maidah', dan konsep aulia dalam surat tersebut," jelas Amin.

Dengan tidak adanya kesepakatan dari para ahli itu, ia menambahkan, maka kasus penistaan agama tak bisa dilepaskan dari kepentingan Pilkada DKI 2017.

"Dengan dibawanya isu (Ahok) ini di bawah ke ranah hukum, ini tidak bisa ditutupi bahwa ini hanya kepentingan Pilkada, kalau ini benar masalah agama bisa diselesaikan dalam forum para ahli agama," kata Amin.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya