Liputan6.com, Brisbane - Ilmuwan menemukan keberadaan bisa atau racun unik pada ikan tropis berukuran kecil yang dikenal dengan nama ikan bleni.
Tak seperti makhluk berbisa lain, bleni tak menggunakan racunnya untuk menangkap mangsa, namun untuk melarikan diri dari predatornya dengan membuatnya mabuk.
Advertisement
Bleni yang memiliki tubuh berwarna cerah itu dikenal sebagai ikan hias. Namun, ternyata mereka memiliki taring yang relatif besar dan juga berbisa.
Dengan ukurannya yang kecil, ikan bleni dengan mudah menjadi santapan predator berukuran besar. Namun ketika berada di mulut pemangsanya, ikan tersebut menggigit rahang agar bisa keluar tanpa terluka.
Perilaku tersebut pertama kali diketahui oleh ahli zoologis, George Losey, sekitar 40 tahun lalu. Ia menguji bisa ikan bleni ke sejumlah tikus dan dirinya sendiri. Namun hingga sekarang, tak ada yang tahu pasti bagaimana racun tersebut bekerja.
Namun saat ini tim ahli biologi internasional, menemukan zat yang ditemukan pada bisa ikan dengan genus Meiacanthus tersebut.
Dikutip dari Science Alert, Selasa (4/4/2017), sekitar 2.500 ikan beracun lain membuat korbannya kesakitan akibat bisa yang terdapat pada duri di sirip, ekor, atau punggung mereka. Namun bleni merupakan satu dari dua spesies ikan yang menyutikkan racunnya dengan gigitan, layaknya ular.
Namun racun ikan yang dapat ditemukan di Samudra Hindia dan Pasifik barat, termasuk Indonesia, tak menimbulkan rasa sakit. Justru bisanya mengandung hormon opioid yang biasanya digunakan sebagai penghilang rasa sakit.
"Secara kimiawi racunnya unik. Ikan itu menggigit ikan lain dengan peptida opioid yang bertindak seperti heroin atau morfin," ujar salah satu peneliti dari Univeristy of Queensland, Brian Fry.
Sebagai salah satu anggota tim, Irina Vetter, mengatakan bahwa kandungan tersebut bukan berarti bahwa racun itu bertindak sebagai penghilang rasa sakit terhadap predatornya.
"Substansi itu harus dikeluarkan di otak untuk mendapatkan efek tersebut. Sepertinya predator tak merasakan efek pereda nyeri ketika mereka digigit (ikan bleni) karena mereka tak bisa mencapai otak dengan cara seperti itu," ujar Vetter.
Sebaliknya, peneliti berpikir bahwa racun tersebut membuat tekanan darah predatornya menjadi rendah, membuatnya lemah dan pusing, sehingga mereka kehilangan kendali dan membuat ikan bleni kabur dengan mudah.
Selain menganalisis bisa ikan bleni, tim peneliti juga menyelidiki mekanisme lain yang digunakan ikan tersebut untuk melindungi dirinya, seperti mimikri.
Namun tak semua ikan bleni memiliki bisa. Untuk mempertahankan diri, mereka meniru pola dan gaya berenang bleni berbisa. Hal tersebut terbukti efektif melindungi diri mereka dari predator.
Penelitian tentang bisa membuat ilmuwan dapat menemukan senyawa baru yang berpotensi digunakan sebagai obat.
Dalam bisa bleni, senyawanya bisa dijadikan alternatif penghilang rasa sakit dan melindungi seseorang dari stroke.