Liputan6.com, Jakarta Batik adalah media yang sempurna untuk mewariskan kebudayaan hingga ke generasi selanjutnya. Karena itulah, berbagai relief Candi Sojiwan yang terancam musnah, diabadikan dalam berbagai motif batik yang diberi nama Batik Sojiwan.
“Motif Batik Sojiwan sendiri diambil dari relief fabel yang ada di Candi Sojiwan dan ornamen yang ada di bangunan candi. Hingga saat ini ada 16 motif utama dan kombinasi motif utama lebih dari 20 jenis,” ungkap Winarti, anggota Batik Sojiwan yang ditemui langsung oleh Liputan6.com pada Sabtu (1/4/2017).
Advertisement
Beberapa fabel di Candi Sojiwan yang menjadi motif batik adalah kisah persahabatan kambing dan gajah dalam motif Mendo Liman. Selain itu ada cerita kepiting balas budi dalam motif Ceplok Astapada, dan cerita angsa berleher dua yang dituangkan dalam motif Kumudawati.
“Dalam pengerjaannya sendiri kami menggunakan pewarna alami dari tawas dan daun tunjung. Ada juga beberapa batik warna yang menggunakan warna kimia. Semua pengerjaan saat ini umumnya masih dikerjakan manual dengan teknik batik tulis,” ungkap Winarti.
Rata-rata untuk satu bulan, kelompok Batik Sojiwan yang diprakarsai oleh UNESCO, BPCB Jawa Tengah dan Departemen Arkeologi FB UGM ini memproduksi 13 buah batik dari seluruh anggota yang berasal dari Kelurahan Kebondalem Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Kebanyakan para pembeli batik ini berasal dari kalangan kolektor dan orang asing karena keunikannya dan corak yang istimewa.
“Satu batik sendiri kami jual dengan kisaran harga Rp 450 ribu hingga Rp 500 ribu, tergantung dengan lebar dan panjang kainnya. Namun masih ada tantangan di bagian pemasaran karena kebanyakan penjualan berasal dari pameran di luar kota, bukan di galeri yang terletak di Candi Sojiwan,” terang Winarti.
Tentunya usaha melestarikan relief ini masih terus dilanjutkan dengan mengadakan pelatihan batik yang bertujuan untuk anak-anak dan orang dewasa. Diharapkan pula Batik Sojiwan dapat menjadi usaha melindungi kekayaan cagar budaya yang perlahan mulai musnah termakan zaman.