Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 akan menembus angka Rp 2.200 triliun, naik dari postur APBN 2017 yang ditetapkan Rp 2.080 triliun. Dengan besaran anggaran negara tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,6 persen tahun depan.
"Jumlah belanja negara meningkat cukup besar di tahun depan mencapai lebih dari Rp 2.200 triliun. Tahun ini Rp 2.080 triliun," kata Sri Mulyani saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (4/4/2017).
Sri Mulyani mengaku, telah mempresentasikan asumsi makro di RAPBN 2018 kepada Presiden Jokowi dalam rapat terbatas hari ini. Salah satunya terkait target pertumbuhan ekonomi. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memasang kisaran target 5,4 persen-6,1 persen sebagai dasar perhitungan APBN 2018. Sementara inflasinya ditetapkan 3,5 plus minus 1 persen, yakni antara 2,5 persen-4,5 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Kita sudah sampaikan kisaran pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,4 persen-6,1 persen. Masing-masing punya argumentasi, dan faktor-faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi apa saja," dia menjelaskan.
Dia berharap target pertumbuhan ekonomi nasional 5,1 persen di 2017, terlampaui di akhir tahun mendekati 5,2 persen melihat komposisi permintaan dan produksinya. Disepakati batas bawah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen pada 2018.
"Kita sudah diskusikan dengan Presiden, Wakil Presiden, dan para Menteri Koordinator. Setelah melihat dari sisi permintaan, Presiden menetapkan 5,6 persen, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dianggap optimistis, tapi tetap kredibel," Sri Mulyani menuturkan.
Dari sisi permintaan ini, Ia menuturkan, meliputi konsumsi, investasi, ekspor, dan pengeluaran pemerintah yang selama ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Namun tetap memperhatikan faktor ketidakpastian eksternal yang dapat mengganggu target ke depan.
"Angka 5,6 persen dianggap cukup ambisius, tapi tetap kredibel. Kita lihat juga masih ada faktor ketidakpastian eksternal, seperti kebijakan Donald Trump, geopolitik, dan keamanan di beberapa negara," papar dia.