Liputan6.com, Jakarta - Tim penasihat hukum terdakwa dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meminta video yang diunggah Buni Yani diputar di persidangan. Namun permintaan itu ditolak jaksa penuntut umum (JPU), lantaran video tersebut bukan termasuk barang bukti yang disita.
Perdebatan antara JPU dan tim penasihat hukum terkait perlunya pemutaran video tersebut sempat alot. Namun tim penasihat hukum akhirnya mengalah setelah berdiskusi dengan Ahok.
Advertisement
"Jadi kesimpulannya, video Buni Yani tidak kita ajukan. Tapi kita ada bukti-bukti lain yang akan diajukan," ujar salah satu penasihat hukum Ahok, Humprey Djemat, di sela jeda persidangan, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (4/4/2017).
Permintaan memutarkan video yang diunggah Buni Yani, ia menuturkan, untuk memastikan apakah ada pengeditan terkait pidato Ahok di Kepulauan Seribu. Sebab, kasus ini menjadi polemik di masyarakat setelah Buni Yani mengunggah di akun Facebooknya.
Ia ingin memastikan apakah video yang diunggah Buni Yani, berupa penggalan pidato Ahok soal Surat Al Maidah ayat 51 ada kata 'pakai' atau tidak. Sebab, di beberapa video yang dimiliki saksi pelapor, semuanya ada kata 'pakai'.
"Setelah kita pertimbangkan, ternyata di video Buni Yani itu ada kata 'pakai' juga. Yang tidak ada kata 'pakai' hanya ditranskripnya saja," ucap dia.
Dari situ, ia mengambil kesimpulan penggalan video yang diunggah Buni Yani sama seperti yang lainnya. Hanya, transkrip dan deskripsi yang diunggah bersama video itu dianggap bermasalah.
"Tambahan itu lah yang membuat masalah, sehingga menjadikan pidato (Ahok) itu dianggap penista agama," kata Humprey.