Liputan6.com, Athena - Amarah bercampur duka berkecamuk di dada sebagian rakyat Yunani. Pada 5 April 2012, para demonstran yang emosi bentrok dengan polisi anti huru-hara, kerusuhan pun terjadi di seantero Negeri Para Dewa. Terutama di Athena.
Di ibukota, ratusan demonstran berkumpul di alun-alun di luar parlemen mulai Rabu malam. Aksi protes berubah jadi kekerasan. Lemparan molotov disambut tembakan gas air mata oleh aparat.
Advertisement
Aksi bunuh diri seorang pensiunan berusia 77 tahun jadi pemicunya.
Pria sepuh, yang menurut media lokal bernama Dimitris Christoulas menembak dirinya sendiri di Alun-Alun Syntagma, Athena para Rabu pagi 4 April 2012 pukul 09.00 waktu setempat. Titik di mana ia menghabisi nyawa hanya berjarak beberapa meter dari gedung parlemen.
Ia melakukan aksinya pada saat ratusan penumpang mengalir keluar dari pintu stasiun metro terdekat, di tengah jam sibuk di Athena.
Para saksi mata mengungkapkan, korban mengarahkan pistol ke kepalanya dan menarik pelatuknya setelah berteriak, "Aku punya utang, aku tak tahan lagi!"
Sementara, seperti dikutip dari Telegraph, seorang saksi mengatakan, pria yang bunuh diri itu juga berkata, "Aku tak mau meninggalkan utang pada anakku."
Sebuah catatan bunuh diri ditemukan di saku mantelnya. Kalimat yang tertera di sana menyalahkan para politisi dan krisis keuangan akut yang terjadi kala itu -- sebagai pemicu aksi nekatnya itu.
"Pemerintah telah melenyapkan harapan atas kelangsungan hidupku dan aku tak bisa mendapatkan keadilan," tulis dia dalam surat terakhirnya.
Ia memprotes pemotongan pensiun yang dilakukan pemerintah -- yang terjerat utang besar. "Aku tak bisa menemukan jalan lain, kecuali mengakhiri hidupku secara bermartabat, sebelum dipaksa mengais makanan dari tempat sampah."
Dimitris Christoulas disebut-sebut sebagai pensiunan apoteker. Ia memiliki istri dan seorang anak perempuan. Pada 1994 ia dikabarkan harus menjual farmasi miliknya.
Costas Lourantos, ketua serikat apoteker di wilayah Attica, mengatakan, ia pernah bertemu korban beberapa tahun yang lalu.
Lourantos mengenang sosok mendiang sebagai pria yang tenang dan bermartabat.
Beberapa jam setelah kematian, orang-orang berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir, di lokasi pria itu menghembuskan napas penghabisan.
Lilin-lilin dinyalakan, karangan bunga diletakkan, dan kertas dengan tulisan tangan berisi pesan bermunculan di pepohonan.
"Sudah cukup," demikian yang tertera pada salah satu kertas. Lainnya menulis, "Siapa lagi yang akan jadi korban berikutnya?".
Sementara tak jauh dari sana, selembar kertas yang menempel di pohon memuat sebuat kalimat. "Ini adalah pembunuhan, bukan bunuh diri."
Krisis di Yunani kala itu memang parah, depresi juga bunuh diri merebak. Sementara, sejumlah orang memilih jalan pintas. Salah satunya, prostitusi.
Yang paling memprihatinkan, prostitusi di Yunani termasuk yang termurah di seluruh Eropa. Demikian menurut studi yang dilakukan Panteion University, Athena.
"Sejumlah perempuan bahkan melakukannya demi uang seharga pai keju (cheese pie) atau roti isi (sandwich), karena mereka lapar dan membutuhkan makanan," kata Gregory Laxos, dosen sosiologi di Panteion University, seperti dikutip dari Washington Post.
"Lainnya demi mendapatkan uang untuk membayar pajak, keperluan mendadak, atau demi menebus narkoba," kata Laxos, yang telah menjalankan studinya selama 3 tahun.
Laporan studi dikeluarkan menyusul kabar mengejutkan tentang seorang ibu di Yunani yang pengangguran, menjadi mucikari bagi anak gadisnya sendiri yang berusia 12 tahun. Menjual anak malang itu ke pria hidung belang yang sudah paro baya.
Perempuan jahat berusia 44 tahun itu divonis 33 tahun dan didenda 100 ribu euro atau Rp 1,45 miliar. Oleh media pelaku dijuluki 'monster mom'. Ibu serupa monster. Yunani pun marah melihat ulahnya.
Selain dampak krisis di Yunani, sejumlah kejadian penting juga terjadi pada 5 April.
Pada 1955, Winston Churchill mengundurkan diri dari jabatan Perdana Menteri Britania Raya karena alasan kesehatan.
Sementara, pada 1887 Anne Sullivan mengajarkan kata 'water' atau air dalam Bahasa Inggris pada Helen Keller.