Capres Anti-Islam Prancis 'Dikeroyok' dalam Debat Kedua

Pilpres Prancis akan berlangsung dalam dua putaran. Pertama tanggal 23 April sementara babak kedua pada 7 Mei.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Apr 2017, 14:05 WIB
Capres kontroversial Prancis dari Front National, Marine Le Pen (Lionel Bonaventure/AP)

Liputan6.com, Paris - Calon presiden Prancis dari kelompok sayap kanan Front National (FN), Marine Le Pen diserang dari segala sisi oleh lawan-lawannya dalam debat televisi kedua.

Emmanuel Macron, capres independen beraliran tengah  mengatakan, kebijakan anti-Uni Eropa dan anti-imigran Le Pen akan memicu 'perang ekonomi'.

"Nasionalisme adalah perang. Saya tahu persis itu. Saya berasal dari sebuah wilayah yang penuh dengan kuburan," ujar Macron yang pro-Uni Eropa seperti dilansir Telegraph, Rabu, (5/4/2017).

Macron diketahui berasal dari daerah Somme, sebuah wilayah yang dipenuhi dengan pekuburan dari Perang Dunia I.

Le Pen membalas Macron dengan mengatakan, "Anda tak usah berlagak membawa gagasan baru sementara Anda bicara seperti fosil tua yang berusia setidaknya 50 tahun".

Macron pun menjawab, "Maaf untuk mengatakan ini, Nyonya Le Pen, tapi Anda menjajakan kebohongan yang sama dengan yang kami dengar dari ayah Anda selama 40 tahun".

Ayah Le Pen, Jean-Mari Le Pen merupakan pendiri FN yang pernah mencalonkan diri empat kali dalam pilpres, namun semuanya berujung kegagalan.

Ia konsisten mengampanyekan tentang bahaya serbuan kaum imigran Afrika utara ke Prancis dan hal tersebut sempat menaikkan dukungan baginya pada tahun 1975, 1988, dan 1955.

Berbagai pernyataan yang kontroversial, membuatnya dicap sebagai tokoh rasis, anti-imigran, dan xenophobic -- memiliki rasa benci terhadap orang asing.

Capres lainnya, Francois Fillon asal Les Républicains (LR), parpol berhaluan tengah-kanan meramalkan, janji Le Pen untuk menyelenggarakan referendum sebagai upaya membawa Prancis hengkang dari Uni Eropa akan mendatangkan bencana jika ia terpilih.

"Seperti yang diketahui semua orang bahwa sebagian besar rakyat Prancis tidak ingin meninggalkan mata uang tunggal, itu berarti pada kenyataannya, Nyonya Le Pen tidak akan memiliki kebijakan ekonomi, sekalipun ada akan langsung runtuh pada menit pertama Prancis memutuskan meninggalkan mata uang tunggal," ungkap Fillon.


Le Pen Vs Macron?

Le Pen dan Fillon tengah dihadapkan pada dakwaan serupa, yakni korupsi. Fillon yang sebelumnya unggul dalam jajak pendapat dituduh memberi gaji buta kepada istri dan dua anaknya. Namun tudingan itu dibantahnya.

Tak lama, direktur kampanye Le Pen, David Rachline diperiksa atas tuduhan serupa. Rachline sendiri menilai bahwa itu adalah bentuk 'serangan politik'.

Hal tersebut dijadikan senjata oleh Philippe Poutou, capres Prancis yang diusung Partai New Anticapitalist untuk menyerang baik Fillon maupun Le Pen.

"Francois Fillon -- sangat berbau korupsi, tipu daya. Pria ini adalah orang yang mengatakan kepada kita untuk lebih teliti, menghemat sementara mereka mencuri," ujar Poutou.

"Lalu ada Nyonya Le Pen, yang mencuri uang dari kas negara. Untuk seseorang yang anti-Eropa, tidakkah itu mengganggu Anda merampok uang dari Uni Eropa? FN mengaku anti-sistem tapi melindungi diri sendiri dengan imunitas parlemen. Ketika dipanggil polisi, tak seorang pun dari kita punya kekebalan sebagai pekerja," pungkasnya.

Pada pernyataan pembukanya dalam debat, Le Pen mengatakan, "negara yang begitu kita cintai terlalu banyak mengalami terorisme, rasa tidak aman, bahkan serangan terhadap identitas nasional kita".

Capres perempuan tersebut lantas kembali menegaskan sikap anti-imigrannya.

"Sejumlah besar teroris masuk via gelombang pengungsi dan beberapa di antara mereka bertanggung jawab atas pembantaian di Bataclan. Saat ini, Prancis telah menjadi universitas jihadis," klaim sosok yang dikenal anti-Islam tersebut.

Pernyataannya Le Pen tersebut lantas direspons oleh Benoit Hamon, capres dari Parti Socialiste (PS), parpol sayap kiri terbesar di Prancis.

"ISIS cocok dengan Anda. Mereka memperkaya Anda," sebut Hamon tanpa merinci lebih lanjut.

Le Pen juga mendapat serangan dari Jean-Luc Mélenchon, capres Prancis dari partai komunis. Mélenchon mendesak agar Le Pen tak membawa isu agama mengingat politisi perempuan itu membela hak Balai Kota untuk memajang ornamen Natal.

Undang-undang sekularisme di Prancis melarang adanya simbol-simbol keagamaan di lembaga negara.

Serangan Mélenchon dijawab Le Pen dengan mengatakan, "ornamen kelahiran Yesus merupakan bagian dari warisan budaya dan sejarah kami. Ini adalah tradisi Tuan Mélenchon, saya tahu itu menjengkelkan Anda. Tapi rakyat Prancis jelas melekat dengan tradisi ini".

Menurut Mélenchon, "Sebenarnya tidak juga Nyonya, 60 persen dari rakyat Prancis tidak beragama. Jangan usik kedamaian dengan agama. Kami tidak berkewajiban mengikuti kehendak Anda...".

Pilpres Prancis akan berlangsung dalam dua putaran, yakni pada 23 April dan 7 Mei 2017. Seperti dilansir BBC, kebanyakan jajak pendapat menunjukkan Le Pen dan Macron akan bertemu di babak kedua.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya